Kamis, 28 Maret 2013

Solidaritas Sosial suatu Keniscayaan

Di Era Post Modernisme ini sering di jumpai dalam masyarakat bahwa anggota masyarakat cenderung bersifat individualistis dan hedonistis. Mengapa kedua hal ini sudah menjadi fenomena di dalam masyarakat ? Mari lihat terlebih dahulu Konsep Individualisme dan Hedonisme

Individualisme pertama kali muncul sesudah revolusi Perancis. Pada masa itu istilah indivualisme di gunakan oleh kaum liberal, sosialis, dan reaksioner untuk menggambarkan keburukan keburukan dan dorongan dorongan anti sosial terhadap kepentingan pribadi. Secara umum individualisme merupakan suatu ajaran yang memberi tekanan pada nilai utama pribadi, sehinggam masyarakat hanyalah merupakan suatu sarana untuk mencapai tujuan tujuan pribadi. Pribadi manusia sendiri adalah sumber nilai moral, dan menurut pendapat saya nilai moral itu tumbuh dengan baik jikalau seseorang tinggal di keluarga yang mengajarkan dan mendidik anak anaknya dengan nilai agama agama yang baik serta tumbuh berkembang di lingkungan yang baik. Lantas yang menjadi masalah apabila seseorang terlalu individualisme maka inilah yang kemudian disebut sebagai individualistis yang merupakan hal yang buruk, idealnya adalah seseorang wajib untuk menjaga keselarasan nilai nilai kolektivisme (kebersamaan) dengan nilai individualisme (pribadi), mengapa ? karena manusia sebagai mahluk sosial tentu ada keinginan untuk menjalin kebersamaan dengan sesamanya dan bersosialisasi dengan anggota masyarakat lainny.

Lain halnya dengan Hedonisme, yang di maksud Hedonisme adalah sebuah ajaran yang menyatakan bahwa kenikmatan mempunyai nilai positif mutlak, Artinya, kenikmatan tidak mempunyai unsur unsur yang tak baik. Ajaran ini tentu saja tidak sepenuhnya benar, Mengapa ? jika seseorang terlalu mengejar kenikmatan dengan segala cara, tanpa mempertimbangkan akibat akibatnya muncullah keadaan masyarakat yang terlalu mendewa dewakan uang, berbuat kejahatan dari pencurian sampai dengan korupsi. Nah tentu saja kemudian Nilai Hedonisme harus di imbangi dengan nilai Ascetisisme yaitu ajaran yang mengajarkan untuk menolak hawa nafsu dan kehendak keduniawian yang sering dikaitkan dengan kesederhanaan, pengorbanan dan disiplin.

Oleh karena itu, saya berpendapat solidaritas sosial merupakan suatu keniscayaan (hal yang harus ada) dalam masyarakat.

Thanks for reading :)
Kalau tulisan ini menginspirasi kamu klik google +1-nya thank you :)

Sabtu, 23 Maret 2013

Website Bermanfaat

Berikut adalah daftar website bermanfaat yang perlu anda kunjungi untuk memperkaya wawasan dan ilmu pengetahuan semoga bermanfaat :

website untuk berita politik dan hukum, ekonomi dan bisnis, kesehatan, properti, dan lain lain :
http://www.hukumonline.com/
http://viva.co.id/
http://kompas.com/
http://www.kompasiana.com/
http://www.metrotvnews.com/
http://www.okezone.com/
http://www.investor.co.id/home/
http://www.suaramerdeka.com/v1/index.php
http://www.jpnn.com/
http://www.suarapembaruan.com/home/
http://www.tribunnews.com/
http://www.thejakartapost.com/
http://koran-sindo.com/
http://www.detik.com/
http://www.antaranews.com/
http://www.ciputranews.com/

website kumpulan opini para ahli yang di muat di koran Kompas, Tempo, Sinar Harapan, Suara Merdeka, Jawa Pos, Jakarta Post, Media Indonesia, dan Koran SINDO :

http://budisansblog.blogspot.com/

website Berita dalam Bahasa Inggris :

http://www.nytimes.com/ , http://www.nytimes.com/pages/health/index.html
http://www.washingtonpost.com/,

website enterpreneuship / wirausahawan :
http://ciputraentrepreneurship.com/
http://indonesiayoungentrepreneurs.com/

website kebudayaan :
http://www.aspertina.org/berita/berita-nasional/
http://web.budaya-tionghoa.net/
website motivator :
http://www.askmarioteguh.com/
http://www.andriewongso.com/
http://www.merryriana.com/
http://mindsetmotivator.com/

website konsultasi hukum :
paham hukum akan menghindarkan seseorang terjerat dari masalah hukum :
bagi yang punya masalah hukum :
1. Buat id hukumonline gratis.
2. Login dan kirim pertanyaan di link berikut ini :

http://www.hukumonline.com/klinik

ayo melek hukum :)

Kalau tulisan ini bermanfaat untuk kamu klik google +1-nya thank you :)

Selasa, 19 Maret 2013

Enlightening Minds, Expanding Horizons

Enlightening Minds, Expanding Horizons

Sebuah kalimat yang sering kita dengar di Toko Buku Gramedia, arti dari kalimat tersebut kurang lebih adalah mencerahkan pikiran, menambah wawasan pikiran. Cocok sekali untuk menggambarkan toko buku Gramedia sebagai sebuah tempat menjual buku yang dapat mencerahkan pikiran dan memperluas wawasan manusia. Buku merupakan sebuah alat yang sangat penting bagi seseorang yang ingin belajar secara teratur dan sistematis karena buku sendiri pada umumnya di susun secara sistematis dengan menggunakan metode yang baik. Buku sendiri tidak akan gunanya apabila hanya di beli tetapi tidak di baca oleh pemiliknya.

Dalam konteks Indonesia tentu sudah bukan rahasia umum kebanyakan masyarakat Indonesia lebih senang menonton tv ketimbang membaca buku ataupun koran, mengapa demikian ? menurut hemat penulis masyarakat Indonesia cenderung lebih menikmati menonton karena lebih praktis ketimbang membaca buku dan koran yang isinya tulisan tulisan padat dan panjang. Lalu apakah hal ini baik untuk perkembangan kebudayaan suatu bangsa ? tentunya tidak, karena pada umumnya tayangan televisi khususnya televisi Indonesia kebanyakan berisi sinetron sinetron yang isinya tidak bertanggung jawab seperti misalnya saja terlalu menonjolkan sifat sifat kekerasan dari tokoh antagonis (tokoh jahat) terhadap protagonis (tokoh baik) di dalam sinetron yang menurut akal sehat sangat sangat tidak mendidik dan tidak mengajarkan nilai nilai toleransi, kerja keras, keuletan, tanggung jawab, kejujuran dan nilai nilai baik lainnya.

Lalu mengapa hal ini di biarkan saja oleh Pemerintah Indonesia ? Jika Pemerintah Indonesia peduli dengan perkembangan jiwa dan akal sehat daripada generasi muda Indonesia tentunya Pemerintah dalam hal ini Komisi Penyiaran Indonesia melarang penayangan sinetron sinetron yang tidak mendidik. Belum lagi acara acara televisi non-sinetron yang tidak berbobot menonjolkan kekerasan sebagai bahan tertawaan sama sekali tidak mencerdaskan sebuah bangsa. Peran KPI sangat di perlukan untuk membangun program televisi yang bermanfaat dan mencerdaskan kehidupan bangsa sesuai dengan tujuan Negara Indonesia yang tercantum di dalam Pembukaan Undang Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945.

Sebagai penutup saya menyarankan kepada kita semua untuk tidak menonton program program televisi yang tidak mendidik dan tidak menanamkan nilai nilai kebaikan pada masyarakat dan beralihlah untuk lebih banyak membaca buku buku maupun koran yakinlah di dalam buku dan koran tersimpan ilmu yang dapat anda gunakan dalam kehidupan sehari hari. 

Terima kasih telah menyempatkan membaca tulisan sederhana ini.

Jangan lupa klik google +1-nya ya thank you :)

Jumat, 15 Maret 2013

Coretan Kisah Yap Thiam Hien dari Sahabat

Siapa advokat atau pengacara di Indonesia yang Anda anggap berani menentang sebuah rezim? Mungkin jawabannya tak banyak. Yap Thiam Hien adalah salah satunya. Advokat yang malang melintang sejak era Kemerdekaan, Orde Lama, hingga Orde Baru ini kerap berhadapan dengan pemerintah, terutama dalam kasus-kasus pelanggaran hak asasi manusia (HAM).

Saking getolnya memperjuangkan HAM di masa lalu, nama Yap saat ini dijadikan sebagai bentuk penghargaan untuk pejuang HAM di Indonesia setiap tahunnya, melalui Yap Thiam Hien Award. Bahkan, sejumlah lawyer menilai sosok Yap sebagai sosok lawyer hero yang patut ditiru dan diteladani. Sayangnya, masih banyak advokat muda yang belum terlalu akrab dengan sosok pria keturunan Tionghoa ini.

Bila Anda ingin berkenalan dengan Yap, mungkin buku karya mendiang Daniel S Lev perlu menjadi salah satu koleksi Anda. Daniel S Lev, Indonesianis asal Amerika Serikat, menceritakan sosok sahabatnya ini secara paripurna dalam buku bertajuk "No Concessions: The Life of Yap Thiam Hien, Indonesian Human Rights Lawyer". Buku berbahasa Inggris ini menjadi spesial karena inilah salah satu karya terakhir Dan Lev sebelum dia dipanggil yang kuasa.

Buku yang diterbitkan pada 2011 oleh University of Washington Press ini terdiri dari 13 Bab. Dimulai dari kisah Yap yang lahir dari orangtua keturunan Tionghoa dan tumbuh di Nangroe Aceh Darussalam (NAD). Pada Bab I yang bertajuk Aceh, penulis cukup sukses menggambarkan silsilah keluarga Yap dan kehidupannya selama di daerah yang kental nuansa Islamnya itu.

Setelah mengupas kehidupan Yap kecil di Aceh, Dan Lev lalu mengisahkan petualangan Yap ketika menempuh Sekolah Menengah Pertama (SMP) dan Sekolah Menengah Atas (SMA)-nya di Pulau Jawa. Bab III membahas kehidupan Yap di Batavia yang sudah mengenal dunia pergerakan dan mengisahkan Yap yang tumbuh sebagai seorang Kristen yang taat.

Yap mengasah ilmu hukumnya dengan berguru ke Leiden, Belanda. Universitas Leiden memang sudah terkenal sebagai penghasil sarjana-sarjana hukum jempolan pribumi sejak zaman Hindia Belanda. Di Universitas Leiden, Yap bukanlah sosok mahasiswa yang luar biasa. Nilainya pun tidak terlalu tinggi. “Mungkin karena dia juga memilih untuk aktif di berbagai kegiatan selama studinya di Belanda,” tulis Dan Lev dalam bukunya tersebut.

Usai menyelesaikan studinya, Yap kembali ke Jakarta pada 1949. Masa-masa itu bukanlah masa yang mudah bagi seorang Yap. Baru kembali dari luar negeri, Yap harus berhadapan kondisi bahwa Indonesia negara yang baru, dan revolusi yang dipimpin oleh Soekarno masih berjalan. Pada masa ini juga, Yap merasakan politik warga Tionghoa di Jakarta (Halaman 139).

Di bidang dunia organisasi advokat, jasa Yap juga tak sedikit. Di era demokrasi terpimpinnya Soekarno, para advokat akhirnya memilih untuk bersatu menggalang kekuatan. Di mulai dari organisasi kecil di daerah, hingga lahirnya Persatuan Advokat Indonesia (PAI) yang menjadi organisasi advokat pertama di Indonesia.

“Hanya empat belas advokat setuju untuk mendirikan Persatuan Advokat Indonesia berkumpul di cafetaria Universitas Indonesia (UI). Yap adalah salah satu di antara mereka,” jelas Dan Lev. Kemudian, PAI ini akhirnya sukses mengumpulkan advokat seluruh Indonesia di Solo untuk menggelar kongres dan mendirikan PERADIN (Persatuan Advokat Indonesia) sebagai organisasi advokat di Indonesia.

Tak hanya mengenai kiprah Yap di publik yang berhasil direkam oleh Dan Lev. Kedekatan Dan Lev dengan Yap sedikit banyak tentu bisa mengupas sisi dalam kehidupan Yap. Dalam buku ini, Dan Lev bahkan berhasil merekam ‘pertengkaran’ Yap dengan istrinya karena Yap tak kapok membela para pencari keadilan meski harus keluar masuk penjara.

Buku ini semakin menarik dengan keterlibatan Sebastian Pompe (pengamat peradilan Indonesia asal Belanda) dan Ibrahim Assegaf (eks Managing Director Hukumonline) yang mengumpulkan kasus-kasus bersejarah yang pernah ditangani oleh Dan Lev semasa Orde Baru. “Kami hanya melengkapi buku yang telah rampung ditulis oleh Pak Dan,” ujar Ibrahim kepada hukumonline.

Jadi, bila Anda ingin mengenal sosok Yap Thiam Hien, maka buku yang tersedia di Daniel S. Lev Library ini adalah literatur wajib yang harus Anda baca. 

sumber : 
http://www.hukumonline.com/berita/baca/lt4fa72a2e1e06d/coretan-kisah-yap-thiam-hien-dari-sahabat

Yap Thiam Hien: Pelita Bantuan Hukum yang tak Kunjung Padam

Salah seorang advokat yang hadir dalam pertemuan di kafetaria itu adalah Yap Thiam Hien. Ia mewakili pengacara dari Jakarta bersama-sama AZ Abidin, Harsubeno, Padmo Soemasto dan Loekman Wiriadinata.
Pertemuan di Salemba itu merupakan sepenggal kisah dan kiprah Yap Thiam Hien di dunia advokat Indonesia. Sejarah membuktikan bahwa nama Yap tak bisa dipisahkan dari ranah hukum, keadilan dan hak asasi manusia, termasuk masalah bantuan hukum. Di bidang bantuan hukum, Yap dikenal sebagai advokat yang sebagian besar hidupnya diabdikan untuk membela kaum tertindas.
Sudah banyak tulisan dan cerita yang mengungkapkan kiprah Yap di bidang hukum, keadilan dan hak asasi manusia. Tidak mengherankan kalau nama besarnya diabadikan sebagai nama penghargaan di bidang penegakan hak asasi manusia: Yap Thiam Hien Award.
Yap lahir di Banda Aceh pada 25 Mei 1913 sebagai anak sulung dari tiga bersaudara pasangan Yap Sin Eng dan Hwan Tjing Nio. Ia dibesarkan di lingkungan perkebunan yang sangat feodalistik. Kondisi lingkungan feodalistik itulah agaknya yang menempa pribadi Yap untuk membenci segala bentuk penindasan dan kesewenang-wenangan. Tetapi, menurut Daniel S. Lev, seorang pemerhati hukum yang sedang menulis biografi Yap, komitmen Yap terhadap hukum, keadilan dan hak asasi manusia banyak ditempa suasana pendidikan hukum di Negeri Belanda.
Ia memang mendapatkan gelar Mesteer in de Rechten dari Universitas Leiden pada 1947 dan doktor kehormatan dari Vrije University, Amsterdam. Setahun setelah bergelar Mr, Yap kembali ke tanah air, lantas menjalankan profesi sebagai advokat.
Semula ia mengkhususkan diri sebagai pengacara di kalangan warga Tionghoa di Jakarta. Tetapi sejak 1950, ia bergabung bersama John Karuwin, Mochtar Kusumaatmadja dan Komar membuka lawfirm. Pengalamannya di dunia advokasi makin bertambah setelah membuka kantor pengacara sendiri sejak 1970.
Tak pandang bulu
Semua orang yang bergelut dalam pemberian bantuan hukum mengakui ketokohan seorang Yap Thiam Hien. Bahkan oleh orang di luar komunitas hukum. Tokoh pers dan pendiri LBH Mochtar Lubis begitu terkesima dengan sikap dan prilaku Yap sehingga ia menyebutnya sebagai pembela dan anak manusia yang kejujurannya 24 karat'.
Tidak sedikit pengacara yang mengumbar janji kemenangan kepada kliennya padahal ia tahu akan kalah jika dilihat dari ilmu hukum. Tidak sedikit pengacara yang sewaktu menerima klien semata-mata mempertimbangkan imbalan uang. Dan, Mochtar Lubis ingat kata-kata Yap Thiam Hien yang terkenal:
Apa yang hendak Saudara capai di pengadilan? Hendak menang perkara atau hendak meletakkan kebenaran saudara di ruang pengadilan dan masyarakat? Jika saudara hendak menang perkara, janganlah pilih saya sebagai pengacara Anda, karena pasti kita akan kalah. Tetapi (jika) saudara merasa cukup dan puas mengemukakan kebenaran saudara, maka saya mau menjadi pembela saudara.
Begitulah Yap mengungkapkan prinsip hidupnya dalam menjalankan profesi advokat. Dalam memilih klien tak pernah pilih-pilih. Bukan hanya tokoh-tokoh politik, tetapi juga membela seorang pedagang di Pasar Senen yang tergusur. Saat perkara ini masuk pengadilan, Yap melabrak pengacara pemilik gedung yang menyebabkan pedagang tergusur. Bagaimana Anda bisa membantu seorang kaya menentang orang miskin?
Dalam memberi bantuan hukum tidak harus selalu kepada orang yang sepaham atau seideologi. Itu pula yang ditunjukkan Yap saat membela Dr Subandrio dan sejumlah tokoh PKI yang dituding melakukan tindak pidana subversi. Pembelaan Yap yang serius dan teliti terhadap Subandrio kala itu membuat hakim-hakim Mahmilub jengkel. Apalagi selama ini Yap dikenal sebagai advokat yang anti-komunis. Ia malah bersedia membela Siauw Gok Tjan yang mendepaknya dari Baperki.
Setelah tragedi Tanjungpriok 1984 terjadi, Yap juga tampil ke depan membela para tersangka. Demikian pula ketika Pemerintah menangkapi mahasiswa yang diduga terlibat peristiwa Malari pada 1974.
Dari penjara ke penjara
Membela klien secara pro bono memang butuh pengorbanan dan pengabdian. Berjalan di jalan lurus pasti ada resikonya. Yap Thiam Hien telah membuktikan itu, meskipun ia harus mendekam di penjara.
Lantaran kegigihannya menyerang dan menentang korupsi di lembaga pemerintah, Yap harus mendekam di balik jeruji penjara selama seminggu pada 1968. Saat peristiwa Malari terjadi, advokat berperawakan kecil ini juga ditahan tanpa proses peradilan karena pembelaannya dinilai telah menghasut mahasiswa melakukan demo besar-besaran.
Salah satu kasus bersejarah yang menyebabkan Yap dihukum penjara adalah tuduhan pencemaran nama baik. Lantaran membela secara lurus kliennya Tjan Hong Lian di pengadilan, Yap dituduh mencemarkan nama baik seorang jaksa tinggi Jakarta bernama BRM Simanjuntak dan Irjen Polisi Drs Mardjaman. Berdasarkan dakwaan jaksa, Yap diseret ke pengadilan karena menuduh kedua pejabat negara tadi melakukan pemerasan terhadap kliennya. Pada 14 Oktober 1968, PN Jakarta Raya akhirnya menjatuhkan hukuman satu tahun penjara kepada Yap.
Meski keluar masuk penjara Yap tak mengurungkan niatnya untuk membela kaum tertindas. Ia tetap menjalankan politik jalan lurus di dunia advokasi sampai ia merasa lingkungan peradilan mulai tercemari oleh tangan-tangan mafia.
Pasca pengesahan Undang-Undang No. 2 Tahun 1986, mafia peradilan kian terasa  merasuk dan membuat Yap geram. Yap yang dikenal sebagai advokat berpolitik jalan lurus mulai tereliminasi' dari dunia litigasi. Kantornya mulai sepi dikunjungi klien. Seorang advokat menyindir keadaan itu dengan kalimat: kalau klien mau kalah berperkara silahkan datang ke kantor Yap.
Dalam kata pengantar  buku Yap Thiam Hien Pejuang Hak Asasi Manusia, Todung Mulya Lubis menggambarkan kondisi tersebut dengan baik. Praktek yang dikenal sebagai mafia pengadilan telah membuatnya setengah putus asa untuk terus berjuang di forum pengadilan karena dia mulai melihat bahwa kebenaran dan keadilan bisa diputarbalikkan. Yap pada akhirnya tinggal sebagai advokat model lama yang menunjunjung tinggi etika profesi, idealisme dan aturan main. Dia menolak untuk jadi calo hukum, dan untuk itu ia bersedia kesepian tanpa dikunjungi banyak klien.
Meski sepi klien, Yap pantang menyerah untuk berkiprah menegakkan hukum di tanah air. Di dunia internasional, kiprahnya juga terus berkibar termasuk di International Commission of Jurists. Politik jalan lurus dalam beradvokasi telah mematrikan diri Yap sebagai seorang figur yang memegang prinsip, konsisten dan demokratis. Prinsip hidup yang terus ia tunjukkan hingga maut menjemputnya di Rumah Sakit Santo Agustinus, Brussel pada 25 April 1989.
Bak pelita yang tak kunjung padam, nama Yap akan selalu dikenang dalam ranah bantuan hukum di Indonesia. Di sinilah ia hidup, bekerja dan mengabdikan diri. Jalur pengabdian di bidang hukum seperti telah menjadi pilihan hidup yang ditentukan Tuhan kepada Yap.
Seperti yang ia tulis dalam pledoinya di PN Jakarta Raya pada 16 September 1968. Tuhan Allah yang Rahmani dan Rahimi dalam cinta kasih-Nya yang ajaib itu, telah mengkaruniakan bumi dan negara Indonesia ini sebagai tempat lahir dan besar saya, sebagai ruang hidup dan kerja saya. Ia telah menganugerahkan cinta kasih kepada bangsa dan negara Indonesia.
Oleh karena itu, dalam segala ketaatan dan rendah hati, saya bersyukur kepada Yang Maha Besar dan berdoa kiranya diperkenankan menjadi hamba yang setia hal apapun yang dikehendaki-Nya bagi saya.
Seperti firman Tuhan yang ia kutip, Yap berharap diperkenankan menjadi suatu pelita yang ditaruhkan di atas kaki pelita, maka ia memberi terang kepada segala orang yang berada di dalam rumah'. Dan seorang Yap Thiam Hien telah membuktikan dirinya menjadi salah satu pelita yang tak kunjung padam di dunia hukum.
Meskipun kini dunia peradilan yang telah ditinggalkan Yap kian semrawut. Meskipun prinsip fiat justitia ruat coelum telah terpendam bersama pusaranya di Taman Pemakaman Umum Tanah Kusir, Jakarta Selatan. Tapi, kami akan tetap mengenangmu, Mr Yap...(Muhammad Yasin)


sumber :
http://www.hukumonline.com/berita/baca/hol10940/yap-thiam-hien-pelita-bantuan-hukum-yang-tak-kunjung-padam

Selamat Jalan Profesor Sudargo

"Dalam usia 80 tahun, Prof. Gouw Giok Siong alias Sudargo Gautama wafat di Australia. Ia menjadi profesor termuda di bidang ilmu hukum hingga kini. Dalam karya-karyanya, ia selalu memikirkan kebutuhan sarjana hukum Indonesia di masa mendatang."

Perth, Australia Barat, menjadi pelabuhan terakhir bagi Prof. Mr. Sudargo Gautama alias Gouw Giok Siong. Menurut rencana, Mahaguru Hukum Perdata Internasional itu akan dimakamkan di sana pada Kamis (11/9) ini. Ia memang sudah bertahun-tahun tinggal di sana, bersama isterinya Yvonne E. Clark.

Kabar kematian Prof. Sudargo kami peroleh pada Senin (08/9) kemarin. Sumber hukumonline, (sebelumnya tertulis cucu--red),  Dana Susthira Wimardhana, juga membenarkan kepergian sang Mahaguru. Melalui pesan singkat, Dana menyebutkan Prof. Sudargo meninggal karena kanker hati. Kepastian wafatnya Prof. Sudargo juga kami peroleh dari Denni Kailimang, advokat yang menangani salah satu perkara almarhum di Pengadilan Jakarta Selatan.

1 Maret lalu, Prof. Sudargo baru saja memperingati 80 tahun usianya. Ia lahir di Jakarta pada tahun 1928. Semasa hidupnya, almarhum dikenal sebagai akademisi dan praktisi hukum yang handal. Selama puluhan tahun ia berkecimpung di dunia hukum, khususnya Hukum Perdata Internasional (HPI). Mata kuliah hukum antar tata hukum atau hukum antar golongan nyaris tidak bisa dilepaskan dari kiprah almarhum. Kemampuan akademisnya luar biasa. Dalam usia belum genap 30 tahun tahun, Sudargo muda sudah menyandang gelar profesor, menjadikannya sebagai guru besar termuda di bidang ilmu hukum hingga kini. Rekor guru besar termuda itu, kata advokat Binoto Nadapdap, tampaknya sulit terpecahkan dalam waktu dekat.

Buku Pedoman Fakultas Hukum Universitas Indonesia edisi 1969, yang menjadi koleksi Indonesianis almarhum Daniel S. Lev, mengabadikan kemahaguruan almarhum. Dalam deretan guru besar, Prof. Sudargo tercatat pada nomor urut lima setelah Prof. R. Soekardono, Prof. R.S. Kartanegara, Prof. G.J. Resink, dan Prof. Hazairin dalam daftar Dewan Guru Besar Fakultas Hukum UI.

Setelah lulus dari Universitas Indonesia, Sudargo melanjutkan berturut-turut memperoleh gelar Meester in de Rechten, Ph.D bidang hukum dan ilmu sosial, lalu profesor dalam bidang HPI. Ia mengajar di almamaternya. Karena itu pula Fakultas Hukum UI sudah mengucapkan belasungkawa dan dukacita yang sedalam-dalamnya.

Keilmuan almarhum sangat mendunia. Almarhum menjadi salah satu dari sedikit mahaguru ilmu hukum yang kiprahnya mendunia. Selain mengajar di dalam negeri, almarhum pernah tercatat sebagai profesor tamu di University of Amsterdam, Sydney Law School, dan National University Singapura. Berbagai organisasi internasional juga diikuti almarhum, seperti International Law Association London, The American Society of International Law, dan International Bar Association.

Karena itu pula, kepergian almarhum menjadi duka dan kehilangan bagi insan hukum di Indonesia. Selain menjadi akademisi, semasa hidupnya almarhum juga menjadi praktisi dan membuka kantor Prof. Mr. DR. S. Gautama (Gouw Giok Siong) & Associates Law Office.

Mewariskan kekayaan karya tulis

Warisan terbesar almarhum bagi dunia hukum adalah buku-bukunya yang menjadi referensi wajib. Almarhum terbilang sebagai penulis yang sangat produktif. Lebih dari 124 buku lahir dari tangannya dan entah berapa jumlah artikel. Karyanya diterbitkan lintas negara hingga ke Jepang, Jerman, Belanda, Belgia, Amerika Serikat, dan Australia. Misalnya, buku Indonesia dan Konvensi-Konvensi Hukum Perdata Internasional yang pertama kali dicetak pada 1978.

Salah satu karya almarhum yang monumental adalah belasan jilid Himpunan Jurisprudensi yang Penting untuk Praktek Sehari-Hari (Landmark Decisions) Berikut Komentar. Buku ini berisi putusan-putusan Mahkamah Agung terpilih, lalu diberikan komentar oleh almarhum. Sebagian besar putusan itu memang menyangkut HPI, ilmu yang sangat didalami almarhum.

Ratusan karya tulis itu bukan untuk kepentingan almarhum sendirian. Ratusan karya tersebut malah menunjukkan kecintaan almarhum pada Indonesia dan sarjana hukum generasi sesudahnya. Seperti beberapa kali disebut, almarhum menuangkan buah pikirannya ke dalam tulisan, sebagai warisan penting bagi perubahan hukum di negara kita.

Kesungguhan almarhum menuliskan buku-buku referensi hukum tampaknya terdorong oleh ucapan hakim agung Prof. R. Sardjono. Seperti disebutkan almarhum dalam salah satu bukunya, Prof. R. Sardjono menantang para praktisi hukum untuk meninjau dan menganalisis putusan-putusan Mahkamah Agung. Merespon tantangan itulah almarhum mengulas putusan-putusan MA dalam belasan buku Landmark Decisions.

Almarhum seperti sudah menyadari bahwa buku-bukunya menjadi warisan terbesar bagi dunia hukum di Indonesia. Himpunan ini merupakan sumbangsih yang baik dan berguna untuk diwariskan kepada generasi yang lebih muda dalam mengembangkan hukum di negara kita, begitu almarhum menulis.

Pada buku lain, almarhum juga mengguratkan kegelisahan sekaligus harapan tentang warisan karya-karyanya bagi kepentingan generasi muda. Kami merasa amat sayang jika tidak dihimpun pula untuk kalangan generasi sarjana hukum Indonesia mendatang.

Sebuah ungkapan kecintaan pada Tanah Air yang selama bertahun-tahun ditinggalkan almarhum. Kecintaan yang tak akan lekang diterpa sinar matahari atau mengelupas karena air hujan. Meskipun jarak antara Jakarta dan Perth begitu jauh, karya-karya almarhum Prof. Sudargo Gautama akan tetap dikenang. Dari tempat tinggalnya di Kingspark Avenue, Crowly, Perth, kabar duka itu bertiup ke Indonesia. Dan di Indonesia, dunia hukum baru saja kehilangan salah seorang putra terbaiknya.

Selamat jalan, Prof. !


sumber :
http://www.hukumonline.com/berita/baca/hol20089/selamat-jalan-profesor-sudargo

Fakultas Hukum sebagai Fakultas Favorit

Apa yang ada di benak teman teman sekalian saat diajak untuk masuk ke fakultas hukum ? :

1. Mahasiswa fakultas hukum yang penuh dengan menghapal UU dan Literatur Hukum ?
2. Mahasiswa fakultas hukum setelah lulus susah untuk mendapat pekerjaan ?
3. Orang yang masuk fakultas hukum harus pandai berdebat ?
4. Ilmu hukum tidak dapat di terapkan dalam masyarakat karena ada mafia hukum ?


Lihat penjelasan saya sebagai berikut :

1. Fakultas Hukum mendidik Mahasiswa untuk menjadi seorang yang paham dan mampu memberikan penjelasan/penafsiran terhadap Undang Undang dengen menggunakan ilmu hukum. Yang di tekankan adalah pemahaman bukan menghapal, orang yang paham akan lebih mudah mengingat UU. Mahasiswa akan cepat belajar apabila mempunyai teman diskusi untuk saling memberi pandangan dalam menyelesaikan suatu permasalahan hukum yang ada didalam masyarakat. UU dapat berubah tetapi pemahaman akan melatih seseorang untuk lebih mudah mengerti UU yang baru di banding orang yang hanya sekedar menghapal, pemahaman menggunakan logika/akal budi seseorang untuk membuat diagram, skema, bagan agar lebih mudah di pahami oleh diri sendiri lalu menjelaskan kepada masyarakat yang memerlukan bantuan hukum.

2.Sama sekali tidak benar, setidak tidaknya saya dapat memberikan beberapa penjelasan sebagai berikut : jika teman teman belajar dengan sungguh sungguh pasti banyak perusahaan perusahaan yang membutuhkan legal officer/staf ahli hukum di perusahaannya untuk membuat draft perjanjian, ikut negosiasi, membayar perpajakan, masalah ketenagakerjaan, masalah izin perizinan dan lain lain, atau jika ingin mandiri teman teman bisa ikut Program Pendidikan Khusus Profesi Advokat yang menurut saya lebih bebas di bandingkan Profesi Penegak Hukum lainnya karena terikat dinas PNS sedangkan Advokat Bebas sebagai status warga sipil atau menjadi seorang notaris PPAT juga mampu membuka kantor Notaris sendiri, yang di tekankan di sini adalah tekad teman teman sekalian selagi teman teman serius belajar, bergaul dengan cara yang baik dengan orang orang baik bekerja dengan jujur dan sungguh sungguh yakin lah bahwa rejeki pasti datang dengan lancar.

3. Sama sekali tidak benar, dalam konteks perdebatan yang harus di gunakan adalah fakta yang berupa alat bukti dan barang bukti, norma hukum yaitu Undang Undang, logika rasional beserta teori hukum sebagai alat memperkuat opini mahasiswa ketika berdebat tentunya hal ini akan memberi arah debat ke arah yang lebih berbobot dan bukan sekedar debat kusir yang saling menyerobot lawan bicara. Debat dalam arti sesungguhnya adalah debat yang memberi kesempatan lawan berbicara lalu memberi jawaban atas kalimat lawan bicara kita. Kemampuan berdebat juga selalu dapat di latih dan di pertajam dengan latihan latihan yakin lah bahwa mereka yang pintar berdebat itu pasti sudah sering latihan berdebat bukan langsung muncul sendiri. (kalau debat kusir ya saling serobot saja itu tidak ada manfaatnya)

4. Untuk hal yang satu ini tergantung dari cara kita menyampaikan kepada aparat penegak hukum yang terkuat sekalipun tidak berani menyentuh teman teman sekalian asalkan kita berada di posisi yang benar dan taat hukum saya beri contoh ketika saudara taat lalu lintas mungkinkah polisi menilang saudara ? tidak mungkin bukan, artinya selama kita patuh hukum dan mengerti aturan hukum kita dapat berjuang memperjuangkan keadilan bagi keluarga, saudara, dan teman teman kita yang sedang berhadapan dengan masalah hukum.

Saran saya teman teman sekalian memilih Fakultas Hukum yang akreditasinya A dan B, akreditasi Fakultas Hukum dapat di lihat di website :  http://ban-pt.kemdiknas.go.id/direktori.php.

Akhir pesan saya bagi siswa yang masih duduk di bangku SMA adalah mari Ikut berperan serta membangun Sistem Hukum Indonesia ke arah yang lebih baik dan memberikan rasa keadilan kepada masyarakat Indonesia.


Silahkan di baca dan renungkan tulisan saya ini benar atau salah, dan jikalau tulisan saya salah tolong di koreksi, tetapi jika benar mohon sebarkan tulisan ini di facebook/twitter/jejaring sosial lainnya.
 
Sekian Terima Kasih atas perhatian teman teman sekalian.
Viva Justicia

Jangan lupa klik google +1-nya ya thank you :)