Rabu, 12 Oktober 2016

Menjaga Tradisi Menghimpun Putusan Pengadilan

Rabu, 31 Agustus 2011
Menjaga Tradisi Menghimpun Putusan Pengadilan
Pada awalnya putusan-putusan pengadilan dibahas dan dimuat dalam jurnal hukum. Kemudian, putusan-putusan terpilih dibukukan. Era internet menjadi tantangan.

Kalau ada penerbit yang rajin menerbitkan putusan-putusan pengadilan, Tata Nusa layak disebut. Perusahaan yang berlokasi di Ciputat, Tangerang Selatan, ini sudah menghasilkan berjilid-jilid buku kumpulan putusan. Dari lingkungan Pengadilan Niaga saja, Tata Nusa sudah menerbitkan himpunan putusan dalam perkara kepailitan, merek, paten, dan hak kekayaan intelektual. Buku “Himpunan Putusan-Putusan Mahkamah Agung dalam Perkara Kepailitan”, hingga 22 jilid.

Tata Nusa bukan satu-satunya perusahaan atau lembaga yang menerbitkan putusan pengadilan. Pada umumnya, buku yang ada merupakan kompilasi berdasarkan isu khusus. Bisa mengenai perburuhan, misalnya “Kompilasi Putusan Pengadilan Hubungan Industrial Terseleksi 2006-2007” terbitan TURC Jakarta, atau bisa pula mengenai hak asasi manusia.

Upaya Tata Nusa dan penerbit lain telah meneruskan tradisi lama mendokumentasikan putusan-putusan pengadilan. Putusan pengadilan penting sebagai bahan perbandingan dan case-study bagi akademisi, praktisi, dan pemerhati hukum. Putusan pengadilan memperlihatkan kecocokan teori dengan kasus riil di masyarakat.

Tim Redaksi Tata Nusa baru memulai tradisi menerbitkan putusan pengadilan sejak 1992. Lalu, apakah upaya membukukan atau mendokumentasikan putusan pengadilan sudah ada sejak dulu? Mari kita telusuri dokumen-dokumen klasik, atau kunjungi perpustakaan hukum. Coba telusuri dokumen hukum yang terbit setelah Indonesia merdeka. Ternyata, mendokumentasikan putusan pengadilan sudah lazim dilakukan, meskipun dengan format berbeda dari apa yang dilakukan Tata Nusa. Bahkan sebelum merdeka, sudah dikenal sumber hukum primer berupa Tijdschrift van het recht voor Nederlandsch Indie, semacam kumpulan yurisprudensi.

Penelusuran bukan hanya mengenalkan kita pada dokumen, tetapi juga pada nama-nama mereka yang berpartisipasi dalam publikasi putusan tersebut. Mari kita mulai dari nama Sahardjo. Warga Jakarta yang sering melewati Pancoran menuju Manggarai akan melewati Jalan Sahardjo. Sahardjo adalah mantan Menteri Kehakiman yang namanya kini diabadikan menjadi nama sebuah jalan.

Nama Sahardjo pernah tercatat sebagai Sekretaris Redaksi Majalah Hukum yang diterbitkan Persatuan Ahli Hukum Indonesia. Pada edisi No 1 Tahun 1953, halaman depan majalah ini mencantumkan nama sederet ahli hukum yang mewarnai sejarah hukum Indonesia awal kemerdekaan. Mereka yang menjadi Panitia Redaksi adalah Mr Soepomo, Mr Hoesein Tirtaamidjaja, Prof Moeljatno, Mr Soenarjo Kolopaking, Prof Djokosoetono, Mr Koentjoro Poerbopranoto, dan Mr Djody Gondokoesoemo.

Majalah Hukum merupakan salah satu media tempat mendokumentasikan putusan pengadilan. Obituari, karangan lepas, atau agenda hukum adalah jenis konten lain. Desain majalahnya pun sangat sederhana.

Dalam perkembangannya, majalah ini berganti nama menjadi “Hukum dan Masyarakat”. Organisasi penerbitnya pun berubah menjadi Persatuan Sarjana Hukum Indonesia (Persahi). Seperti tercantum pada bagian tengah bawah cover, majalah ini terbit atas izin dari Peperda SWIDR. Edisi No 2 Tahun 1960 misalnya memuat putusan Mahkamah Agung tentang perikatan demi kemanusiaan, dan pembuktian.

Seiring dengan perubahan komposisi pengurus, penerbit Hukum dan Masyarakat berpindah-pindah. Awalnya beralamat di Jalan Segara 17. Pernah pula berkantor di Jalan Cendana 19, dan pernah pindah alamat ke Jalan Jenggala II Jakarta.

Jika “Hukum dan Masyarakat” diterbitkan organisasi sarjana hukum Persahi, Ikatan Hakim Indonesia (Ikahi) menerbitkan Varia Pengadilan. Tebalnya hanya sekitar 30 halaman, Varia Peradilan terbitan pada dekade 1960-an belum memuat putusan, beda dengan Varia Peradilan yang terbit dekade 1990-an hingga sekarang. Varia Peradilan tetap jalan dan ditangani Mahkamah Agung. Untuk kumpulan putusan terpilih, Mahkamah Agung menerbitkan Yurisprudensi RI secara berkala, satu kali dalam setahun. Kementerian Kehakiman juga pernah menerbitkan Himpunan Putusan Pengadilan.

Selain dalam bentuk media ‘majalah’, kita juga bisa menemukan buku kumpulan putusan yang diterbitkan perseorangan, baik oleh hakim dan mantan hakim, jaksa, akaemisi atau advokat. Pada tahun 1967, L Suryadarmawan, seorang jaksa pada Kejaksaan Agung, mengumpulkan dan menerbitkan dua jilid “Himpunan Keputusan-Keputusan dari Mahkamah Agung”. Satu jilid mengenai hukum acara pidana, jilid lain tentang hukum pidana materiil.

Memasuki dekade 1980 hingga 1990-an, buku kumpulan putusan semakin banyak tersedia dan tema yang diangkat kian variatif. Kuneng Mulyadi, misalnya, menerbitkan “Himpunan Yurispudensi Hukum Waris” (Setio Acness, 1996).

Dokumen yang tidak bisa diabaikan adalah belasan jilid buku putusan-putusan terpilih yang ditulis Mr Soedargo Gautama. “Himpunan Jurisprudensi Indonesia yang Penting untuk Praktek Sehari-Hari (Landmark Decisions) Berikut Komentar” telah menjadi salah satu rujukan penting akademisi dan praktisi hukum. Diterbitkan Citra Aditya Bakti Bandung (1997), buku ini tak dibedakan atas bidang kajian. Tetapi sebagian besar merupakan putusan perkara perdata. Dari sisi substansi, banyak informasi penting yang bisa dipelajari dari kumpulan yurisprudensi. Misalnya, apakah kedutaan besar asing di Indonesia bisa digugat.

Tentu saja menerbitkan buku kumpulan putusan pada era internet dan keterbukaan informasi sekarang punya tantangan tersendiri. Dulu putusan pengadilan sulit diperoleh. Kini, Undang-Undang justru mewajibkan putusan pengadilan dibuka ke publik. Masyarakat dapat mengakses putusan-putusan Mahkamah Agung dan peradilan di bawahnya melalui laman resmi.

Subandi Martha, Presiden Direktur Tata Nusa, mengakui maraknya publikasi putusan melalui internet baik yang gratis maupun berbayar, turut mempengaruhi minat orang terhadap buku kumpulan putusan pengadilan. Selain karena faktor kecepatan akses, buku memiliki keterbasan konten putusan. Dalam satu buku tak mungkin dimuat ratusan putusan sekaligus. Membukukan dalam puluhan jilid membutuhkan biaya yang tidak sedikit.

Tata Nusa pun, kata Subandi, tak tertarik untuk mencetak ulang buku kumpulan putusan yang pernah diterbitkan. Penerbit mungkin bisa menyiasati dengan putusan bertema sangat khusus. Tetapi ini juga tak menjamin buku tersebut laku keras. Publikasi putusan melalui internet tampaknya memang lebih menarik karena lebih praktis, cepat, dan murah.

Meskipun era internet telah berkembang, literatur klasik putusan pengadilan tak mungkin diabaikan. Sebab, literatur-literatur tersebut telah menjadi bagian dari dinamika hukum di Tanah Air. Sebagian memperlihatkan ‘keagungan’ hakim ketika memutuskan suatu perkara. Sebagian lagi menjadi yurisprudensi yang akan terus dikenang sebagai putusan yang berani atau melampaui masanya.


Senin, 03 Oktober 2016

Hotman Paris Hutapea Lulus Cum Laude di Sidang Doktor FH Unpad

Hotman Paris Hutapea Lulus Cum Laude di Sidang Doktor FH Unpad

[Unpad.ac.id, 21/06/2011] 
Kasus hukum tentang permohonan kepailitan berdasarkan Obligasi Dijamin (Guaranteed Secured Note) disebut sebagai kasus hukum niaga yang paling sering muncul.  Tujuan penerbitan Obligasi Dijamin untuk tujuan menghindari pembayaran pajak atas bunga ke pemerintah ternyata adalah perbuatan melanggar, sehingga batal demi hukum atau tidak sah karena tidak memenuhi syarat sahnya perjanjian (pasal 1320 KUH Perdata).
Hotman mengatakan bahwa penerbitan Obligasi Dijamin tersebut memakai perangkat perjanjian dan dokumen hukum yang tunduk pada hukum asing bahkan ada yang belum diatur atau tidak dikenal di Indonesia. Sehingga dalam eksekusi di pengadilan Indonesia menimbulkan masalah hukum dan perbedaan pendapat mengenai legal standing dari pemegang obligasi tersebut sebagai kreditor.Hal tersebut yang menjadi salah satu hasil penelitian Hotman Paris Hutapea yang dipaparkannya dihadapan Sidang Terbuka Promosi Doktor di Ruang Sidang Gedung Pascasarjana Unpad, Jln. Dipati Ukur No. 35 Bandung, Selasa (21/06). Hotman yang juga pengacara terkenal itu menyampaikan disertasinya yang berjudul “Kepailitan Berdasarkan Obligasi Dijamin (Guaranteed Secured Note) yang Diterbitkan oleh Perusahaan Special Purpose Vehicle (SPV) di Luar Negeri serta Dijamin oleh Perusahaan Indonesia”.
Dalam prakteknya pecahan obligasi itu seringkali telah berpindah tangan, sehingga menimbulkan masalah hukum. Apakah asas pembuktian sederhana (sumir) merupakan syarat mutlak untuk membuktikan kedudukan hukum atau legal standing dari pemohon pailit.
“Temuan lain dari penelitian saya ini yaitu sering terjadi kesalahan dan atau penyalahgunaan asas pembuktian sederhana untuk kasus utang-utang kepailitan yang didasarkan pada Obligasi Dijamin,” ujarnya.
Berkaitan dengan SPV, Hotman mengutarakan bahwa dari segi pendirian perusahaan SPV memang tidak melanggar hukum akan tetapi perusahaan SPV siring dipergunakan untuk melanggar hukum, sehingga yang perlu diatur adalah penggunaan SPV per segmen usaha tertentu.
“Pemakaian SPV tersebut dimaksudkan untuk menghindari atau menghemat pembayaran pajak atas bunga obligasi (withholding tax) kepada pemerintah Indonesia,” tambah pria kelahiran Tapanuli, 20 Oktober 1959 itu.
Pada dasarnya tujuan dari penelitian yang dilakukan oleh Hotman adalah untuk menemukan format keabsahan dari jual beli Obligasi Dijamin yang diterbitkan SPV di negara asing. Kemudian untuk menemukan penerapan asas pembuktian sederhana atas piutang kepailitan dan untuk menemukan konsep kepailitan dengan objek piutang yang timbul dari Obligasi Dijamin berdasarkan asas keadilan dalam pengembangan perekonomian Indonesia.
Hotman akhirnya berhasil lulus dalam sidang doktor dengan yudisium cum laude. Tim Promotor dan Tim penguji pada sidang serta seluruh tamu undangan memberikan selamat dan apresiasi kepada Hotman dan keluarga atas keberhasilannya tersebut. Hadir juga beberapa pejabat negara, teman-teman sesama pengacara, rekan-rekan dari Mahkamah Agung dan juga teman-teman artis seperti Ahmad Dhani, Mulan Jamela, Cut Tari, Manohara, Anang dan Ashanty.
“Senang dan bangga atas keberhasilan Papa lulus menjadi doktor. Ini menginspirasiku untuk cepat lulus dari kuliahku di London,” ujar Frank, anak tertua Hotman yang juga berencana mengikuti jejak ayahnya itu. *

Hotman Paris Usulkan UU Kepailitan Direvisi

Hotman Paris Usulkan UU Kepailitan Direvisi
Hakim jangan lagi menolak perkara hanya karena perkara tidak bersifat sederhana.
Selasa, 21 Juni 2011

Pengadilan Niaga dan pengadilan umum harus konsisten menyatakan batal demi hukum setiap Obligasi Dijamin (Guaranteed Secured Note) yang diterbitkan oleh perusahan Special Purpose Vehicle (SPV) di luar negeri serta dijamin oleh perusahaan Indonesia. Pasalnya, tujuan pendirian SPV itu dinilai hanya sebagai upaya untuk menghindari atau mengurangi pembayaran pajak ke Pemerintah Indonesia.
Usulan ini disampaikan oleh Advokat Hotman Paris Hutapea dalam disertasi doktoralnya yang berhasil dipertahankan dalam sidang di Universitas Padjajaran, Bandung, Jawa Barat, Selasa (21/6). “Obligasi dijamin itumempunyai causa yang tidak halal sebagaimana diatur Pasal 1320 KUH Perdata. Oleh karenanya batal demi hukum dan tidak sah,” ujarnya.
Sayangnya dalam praktik, jelas Hotman, hakim atau pengadilan kerap menolak permohonan kepailitan dan penundaan kewajiban pembayaran utang (PKPU) atas utang kepailitanAtauutang PKPU yanng didasarkan pada pecahan obligasi tanpa warkat termasuk obligasi dijamin yang diterbitkan oleh perusahaan SPV di negara lain serta dijamin oleh perusahaan Indonesia itu.   
“Hakim kerap menolak perkara itu dengan alasannya perkara tidak bersifat sederhana,” ujar Hotman.
Menurutnya, para hakim seakan berlindung di balik Pasal 8 ayat (4) UU No 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan. Ketentuan ini berbunyi Permohonan pernyataan pailit harus dikabulkan apabila terdapat fakta atau keadaan yang terbukti secara sederhana bahwa persyaratan untuk dinyatakan pailit sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) telah dipenuhi
Padahal, lanjut Hotman, maksud pasal ini tidak seperti itu. Ia menuturkan, dalam UU Kepailitan tidak ada ketentuan yang menyatakan secara tegas pengadilan niaga tidak berwenang mengadili perkara tidak sederhana (sumir). “Penolakan untuk mengadili perkara kepailitan seperti itu bertentangan dengan azas kepastian hukum dan keadilan,” jelasnya.
Karenanya, agar Pasal 8 ayat (4) ini tidak ditafsirkan secarasembarangan lagi oleh hakim, Hotman mengusulkan agar pasal ini dihapuskan saja dari UU Kepailitan. “Perlu dipertimbangkan untuk dihapuskan Pasal 8 ayat (4) UU Kepailitan yang sering dalam praktik ditafsirkan secara salah seolah-olah merupakan ketentuan normatif bagi pengadilan niaga untuk menolak mengadili perkara yang tidak sederhana,” jelasnya.
Salah seorang penguji, An An Chandrawulan menentang ide Hotman untuk menghapus Pasal 8 ayat (4) UU Kepailitan ini. Ia meminta Hotman perlu mengetahui terlebih dahulu apa latar belakang dan filosofi UU Kepailitan. Menurutnya, pasal yang diusulkan untuk dihapuskan itu merupakan salah satu unsur filosofi UU Kepailitan.
Filosofi dari kepailitan adalah upaya terakhir. Sehingga, perkaranya harus bersifat sederhana. Jadi, sulit untuk menghapus pasal yang menjadi filosofi UU Kepailitan itu,” ujar An An.
Hotman bersikukuh mempertahankan argumentasinya. Menurutnya, hakim pengadilan niaga kerap salah menafsirkan pasal ini sehingga sering menolak perkara. Padahal, Pasal 299 UU Kepailitan memberikan hak kepada semua pihak untuk mengajukan semua alat bukti yang diakui menurut HIR, termasuk menghadirkan saksi.

Bahas Kepailitan, Sidang Doktor Hotman Paris Penuh Tawa

Bahas Kepailitan, Sidang Doktor Hotman Paris Penuh Tawa  

SELASA, 21 JUNI 2011 | 19:10 WIB

TEMPO InteraktifBANDUNG  - Seperti apa sidang promosi doktor pengacara kondang Hotman Paris Hutapea? Di hadapan 11 penguji Fakultas Hukum Universitas Padjajaran Bandung , Selasa 21 Juni 2011 itu, Hotman Paris mempertahankan disertasinya dengan penuh gelak tawa. Beberapa kali, Hotman menjawab pertanyaan tim penguji dalam sidang ilmiah itu dengan lugas, seperti layaknya dia menghadapi sidang di pengadilan.
Lelaki kelahiran Tapanuli 1959 ini membahas kemajuan teknologi menimbulkan masalah hukum baru bagi Pengadilan Niaga dan Pengadilan Umum di Indonesia.

Disertasi itu berjudul  "  Kepailitan Berdasarkan Obligasi Dijamin (Guaranteed Secured Note) yang Diterbitkan Oleh Perusahaan Special Purpose Vehicle (SPV) di Luar Negeri Serta Dijamin Oleh Perusahaan Indonesia"
Dalam disertasi itu,  Hotman menyebutkan perdagangan obligasi tanpa warkat dengan sistem  book entry system   sebagai masalah utama. Sistem itu, kata   Hotman,  sering dilakukan di berbagai lembaga  depository dan clearing clearstream ."Akibatnya, sering  menimbulkan masalah hukum baru dan dualisme di berbagai putusan di pengadilan," papar Hotman.
Hotman juga memaparkan pengalamannya saat mewakili klien mengajukan permohonan pailit di Pengadilan Niaga Jakarta Pusat, pada hari pertama Pengadilan itu resmi dibuka. Dia mengaku telah lama mengamati kesalahan dan penyalahgunaan penerapan asa pembuktian sederhana (sumir) dalam putusan pengadilan niaga.
Menurut Hotman, Pengadilan Niaga dan Mahkamah Agung banyak mengeluarkan putusan yang menolak permohonan kepailitan dan permohonan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) dengan alasan pasal 8 ayat (4) UU nomor 37 tahun 2004 tentang kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang
Dari hasil penelitiannya, Hotman menilai Obligasi Dijamin yang diterbitkan dengan tujuan menghindari pembayaran pajak atas bunga ke pemerintah Indonesia merupakan obligasi yang dibuat dengan dasar perbuatan melanggar, atau batal demi hukum karena tidak memenuhi syarat sahnya perjanjian yang diatur dalam Pasal 1320 KUH Perdata.
Kedua, sering terjadi kesalahan atau penyalahgunaan asas pembuktian sederhana untuk kasus-kasus utang kepailitan yang didasarkan pada Obligasi Dijamin. Ketiga, pendirian Perusahaan SPV tidak melanggar hukum, namun perusahaan SPV sering dipergunakan untuk tujuan melanggar hukum, sehingga yang perlu diatur adalah penggunaan SPV per segmen usaha tertentu
Keempat, menurut Hotman, pasal 8 ayat (4) UU Kepailitan tahun 2004 dihapus. Selain itu, pengadilaan Niaga juga tidak boleh menolak mengadili dengan alas an bukan perkara sumir (tidak sederhana) dan harus memutus berdasarkan substansi kasus. Kelima, agar pengadilan Indonesia menerapkan doktrin stare decisis
Dalam disertasinya, Hotman juga menuliskan beberapa saran, diantaranya, menyarankan pengadilan Niaga dan pengadilan umum secara konsisten menyatakan batal demi hukum setiap Obligasi Dijamin yang diterbitkan perusahaan SPV di negara asing yang memiliki Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda (P3B) dengan pemerintah Indonesia.
Selain itu, dia juga menyarankan agar pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat menyempurnakan syarat-syarat kepailitan di dalam pasal 2 ayat (1) dan pasal 222 UU Kepailitan 2004, khususnya tentang pengertian dan unsur dari kata “dapat ditagih” dari suatu utang.
Hotman, resmi menyandang titel doktor setelah sukses mempertahankan disertasi tersebut dalam sidang di hadapan tim penguji di Fakultas Hukum, Universitas Padjajaran Bandung, Selasa 21 Juni 2011. Dia meraih predikat cum laude atau lulus dengan nilai sangat memuaskan.
Tim Promotor Hotman terdiri dari Prof. Dr. Djuhaendah Hasan, Prof. Dr. Yudha Bhakti, dan Prof. Dr. Ahmad Ramli. Sementara itu, tim penguji terdiri dari Lili Rasjid, Rukmana Amanwinata, Nindyo Pramono, Lastuti Abubakar, dan An An Chandrawulan. Mewakili guru besar, hadir Prof. Huala Adolf.



Disertasi Hotman Paris Bahas Kepailitan

Disertasi Hotman Paris Bahas Kepailitan
Selasa, 21 Juni 2011 - 12:31 wib

BANDUNG - Dalam disertasinya, Hotman Paris Hutapea membahas, kemajuan teknologi menimbulkan masalah hukum baru bagi Pengadilan Niaga dan Pengadilan Umum di Indonesia.
Pria kelahiran Tapanuli 1959 ini menyebutkan, perdagangan obligasi tanpa warkat dengan sistem book entry system sebagai masalah utama dalam disertasinya.
"Sistem tersebut sering dilakukan berbagai lembaga depository danclearing clearstream hingga menimbulkan masalah hukum baru dan dualisme di berbagai putusan di pengadilan," ungkap Hotman, dalam presentasi sidang promosi doktor di Gedung Pascasarjana Universitas Padjdjaran (Unpad), Jalan Dipati Ukur, Bandung, Selasa (21/6/2011).
Disertasi Hotman Paris Hutapea berjudul Kepailitan Berdasarkan Obligasi Dijamin (Guaranteed Secured Note) yang Diterbitkan Oleh Perusahaan Special Purpose Vehicle (SPV) di Luar Negeri Serta Dijamin Oleh Perusahaan Indonesia.
Masalah hukum tersebut diteliti Hotman dengan Teori Negara Kesejahteraan sebagai grand theory, Teori Keadilan sebagai middle theory dan teori hukum pembangunan sebagai applied theory.
Hasilnya, Obligasi Dijamin yang diterbitkan dengan tujuan untuk menghindari atau mengurangi pembayaran pajak atas bunga ke pemerintah Indonesia merupakan obligasi yang dibuat dengan dasar perbuatan melanggar atau mempunyai causa yang tidak halal.
"Oleh karenanya batal demi hukum atau tidak sah karena tidak memenuhi syarat sahnya perjanjian yang diatur dalam pasal 1320 KUH Perdata," kata pendiri dan Senior Partner Law Firm Hotman Paris & Partners itu menjelaskan.
Sidang tersebut dijalani Hotman untuk memperoleh gelar doktor dalam bidang ilmu hukum Unpad dengan wibawa Prof. Dr. Ganjar Kurnia, Ir. DEA. Tim penguji terdiri dari Prof. Dr. Lili Rasjidi, Prof. Dr. Rukmana Amanwinata, Prof. Dr. Nindyo Pramono, Dr. Lastuti Abubakar, dan Dr. An An Chandrawulan, dengan Guru Besar Prof. Huala Adolf.
Tim Promotor promosi doktor Hotman dipimpin Prof. Dr. Djuhaendah Hasan, dengan anggota Prof. Yudha Bhakti dan Prof. Dr. Ahmad M Ramli. Putusan sidang menyatakan bahwa Hotman lulus dengan yudisium cum laude.
"Saya berhasil kemukakan teori yang tidak disangka-sangka. Saya minta bahwa putusan Mahkamah Agung mengikat bagi putusan pengadilan yang di bawahnya. Jadi harapannya ada perbaikan bagi sistem hukum di Indonesia," ungkap Hotman, usai sidang yang berlangsung sekira dua jam itu.
(rfa)



Selasa, 06 September 2016

Lawyer! Ini Kiat Sukses Berkarier Sambil Aktif Berorganisasi

Lawyer! Ini Kiat Sukses Berkarier Sambil Aktif Berorganisasi
Aktif berorganisasi dinilai dapat menunjang karier advokat di dunia kepengacaraan.

Berkarier dan berorganisasi, keduanya sama-sama membutuhkan komitmen dan butuh pengorbanan waktu. Namun, bukan berarti keduanya tak bisa dijalani bersamaan. Itulah yang kini tengah dilakukan oleh Wakil Ketua DPN Perhimpunan Advokat Indonesia (PERADI), Jamaslin James Purba dan Sekretaris Jenderal DPN Asosiasi Pengacara Syariah Indonesia (APSI), Andi Syafrani. Kiprah kedua advokat ini membuktikan bahwa antara karier dan organisasi ternyata bisa berjalan beriringan.
 
Saat dihubungi hukumonline, Sabtu (12/3), baik James maupun Andi mengatakan bahwa seorang advokat yang giat dalam berorganisasi justru akan punya banyak kelebihan yang dapat menunjang kariernya di dunia kepengacaraan. Sebaliknya, advokat yang kurang giat dalam berorganisasi akan punya kendala ketika ingin ‘melebarkan sayapnya’ di dunia profesi advokat. Kepada hukumonline, dua advokat super sibuk itu juga berkenan membagikan tips untuk para lawyer agar tetap sukses ditengah aktivitas organisasi.  Berikut sejumlah tips yang berhasil hukumonline himpun:
 
1.    Klien Tetap Nomor Satu!
Pembeli adalah raja. Ungkapan itu bisa dipakai menggambarkan betapa pentingnya seorang klien bagi profesi advokat. Tanpa mereka, lantas apa yang dikerjakan oleh advokat?. Itulah yang selama ini dilakukan Andi. Partner dari Zidny-Andi (ZiA) & Partners Law Firm itu mengatakan bahwa seorang advokat terikat dengan komitmen dan janji dengan kliennya. Sehingga, dalam keadaan apapun sebisa mungkin advokat mengutamakan kepentingan kliennya.
 
“Klien harus tetap jadi nomor satu karena itu merupakan pekerjaan utama kita. Ketika terjadi berbenturan waktu, maka klien menempati posisi pertama,” kata Andi saat dihubungi, Sabtu (12/3).
 
Sikap itu, lanjut Andi, bukan berarti organisasi menjadi ‘di nomor duakan’. Akan tetapi, ada prinsip yang mesti diperhatikan oleh setiap advokat bahwa profesi ini membutuhkan komitmen lebih dalam mengedepankan kepentingan klien. Namun, yang mesti diingat, advokat mesti bisa berkomunikasi secara baik dengan organisasi jika menemui agenda yang berbenturan.
 
“Prinsipnya ada yang mesti diperhatikan. Organisasi akan mengerti dan kita bisa minta izin. Rapat organisasi bentrok karena ada kepentingan klien, itu harus dikompromikan dengan baik, tapi biasannya akan memahami,” imbuh alumni Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta itu.
 
2.    Buat Timetable
Menyusun daftar agenda menjadi cara tersendiri bagi James. Alumni Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada itu acapkali mensiasati ‘bentrokan’ jadwal dengan membuat timetable. Agenda dalamtimetable sendiri memang hanya untuk agenda yang telah rutin atau telah ditentukan sejak jauh-jauh hari. Sementara, ketika ada agenda yang sifatnya insidentil dan tidak tercover dalam timetable, James pun sudah punya siasatnya.
 
“Kalau soal kerjaan biasanya advokat punya beberapa associate atau asisten. Tapi tetap kita mengawasi semua pekerjaan yang di kantor. Kalau sekadar menghadiri persidangan di agenda replik-duplik bisa ditangani asisten, saat agenda penting barulah kita ikut ke pengadilan. Seorang advokat punya gambaran nanti tahapannya apa saja, jadi sudah bisa diprediksi waktu-wakutunya,” sebut Ketua Umum Asosiasi Kurator dan Pengurus Indonesia (AKPI) itu.
 
3.    Jaga Profesionalitas
Aktif dalam banyak kegiatan organisasi membuka peluang bagi setiap advokat untuk ‘bertemu’ rekannya di organisasi pada perkara tertentu. Baik James atau Andi, keduanya berpendapat bahwa dalam kondisi seperti itu, setiap advokat mutlak dituntut punya sikap profesional.
 
“Sebagai seorang profesional kita wajib melaksanakan tugas sebagai advokat. tanpa terpengaruh posisi pertemanan di luar itu. Bagaimanapun, profesi (advokat,-red) ini tidak bisa dikompromikan,” kata James.
 
Bagi Andi, ‘pertemuan’ seperti itu akan mengukur seberapa tinggi tingkat profesionalitas seorang advokat. secara pribadi, Andi justru senang ketika dipertemukan dengan kondisi demikian. Menurutnya, itu menjadi ujian yang paling nyata dalam mengukur profesionalistas. “Disitulah diuji seberapa profesional kita. Ini adalah ujian yang paling konkret untuk melihat seberapa profesionalkita,” sebut anggota Forum Advokat Konstitusi itu.  
 
4.    Ekstra Energi dan Ekstra Waktu
Berkomitmen penuh pada dua kegiatan sekaligus tentu membutuhkan tenaga dan waktu yang lebih dari biasanya. Seorang advokat yang ingin juga aktif berorganisasi mesti mau berkorban lebih dari sisi tenaga dan waktu. Kebiasaan Andi, ia rela pulang kerumah hingga larut malam usai rutinitas sebagai advokat usai di sore hari dan melanjutkan aktivitasnya di organisasi setelah itu.
 
“Itu bagian dari extra time buat kita karena itu juga merupakan extra energy. Kita yang pingin aktif di organisasi sambil menjalankan aktifitas sebagai profesi,” kata Andi.
 
5.    Ajang ‘Gaet’ Calon Klien 
Seorang advokat dilarang beriklan untuk mempromosikan jasa hukumnya. Itulah kalimat pemicu yang membuat Andi banyak aktif di sejumlah organisasi. Menurut Dosen Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah itu, berorganisasi menjadi ‘pintu masuk’ setiap advokat untuk bisa mengenalkan diri dan memperluas jaringan.
 
“Sebab kita ini profesi yang dilarang untuk beriklan. Dia harus banyak berkomunikasi dengan berbagai kalangan. Salah satu pintunya adalah organisasi. Disana tempat kumpulnya banyak orang dengan latar belakang beragam. Jadi organisasi adalah supporting system kita dalam berprofesi,” jelasnya.
 
Sementara itu, James sendiri berpandangan bahwa dengan berorganisasi dapat menunjang profesi advokat itu sendiri. sebab, dengan berorganisasi, jaringan seorang advokat akan bertambah luas. Sejalan dengan itu, berarti jenis perkara yang dibawa oleh klien semakin beragam dan membuat advokat akan terus belajar.
 
“Kita sebagai advokat, untuk bisa lebih berkembang dalam berkarir harus bisa sebanyak mungkin punya aktivitas lain untuk kembangkan network supaya profesi ini bisa ditunjang dari network itu. Tanpa punya network kita akan kesulitan berkembang. Tidak ada potensi klien yang datang ke kita,” pungkas James.

sumber tulisan : http://www.hukumonline.com/berita/baca/lt56e61bc11d6fd/lawyer-ini-kiat-sukses-berkarier-sambil-aktif-berorganisasi

6 Hal Wajib Diperhatikan untuk Jadi Lawyer Multi Skills

6 Hal Wajib Diperhatikan untuk Jadi Lawyer Multi Skills
Salah satunya tidak boleh gampang galau.

Andal di satu bidang tertentu jelas dapat menjadikan pengacara menonjol dan banyak dicari untuk keahliannya. Selain itu, kepada lawyer yang menguasai banyak bidang (multi skills) justru bisa memberi keuntungan tersendiri bagi klien, khususnya rasa percaya dari klien.
 
Hanya saja, mampu menguasai bidang korporasi maupun litigasi memang bukan hal yang mudah. Tak jarang lawyer litigasi enggan bermain dalam wilayah hukum korporasi karena perbedaan budaya kerja. Padahal, kata GP Aji Wijaya dari lawfirm Aji Wijaya & Co, keahlian yang dimiliki seorang lawyer korporasi akan sangat membantu menyelesaikan perkara litigasi.
 
Kepada hukumonline, tiga lawyer multi skills, Aji, Andrey Sitanggang, dan Bobby Manalu berbagi kiat agar bisa menjalani dunia korporasi dan litigasi dengan baik. Berikut caranya:
 
1.    Tidak Pilih-Pilih Saat Belajar
Mau menjadi apa ke depannya ditentukan saat awal mula lawyer berkarir. Bobby mengatakan, meski sejak awal ia ingin menjadi lawyer litigasi, namun ia bersyukur diberikan kesempatan untuk dapat mempelajari seluk-beluk hukum korporasi di kantor lamanya.
 
Litigation Partner pada kantor hukum Siregar Setiawan Manalu Partnership (SSMP) yang juga tercatat sebagai seorang kurator ini mengatakan, bahwa pekerjaan-pekerjaan di litigasi banyak yang berhubungan erat dengan kegiatan bisnis.
 
2.    Jangan Gampang Galau
Semua orang bisa jadi sarjana hukum, kata Aji, tetapi tidak semua bisa menjadi pengacara. Saat seseorang memilih menjadi pengacara, maka orang tersebut harus sudah siap dengan segala kemungkinan. Menurut Wakil Ketua Umum Bidang Pengembangan Profesi Himpunan Konsultan Hukum Pasar Modal (HKHPM) ini, seorang pengacara wajib tidak mudah galau.
 
“Semua itu pasti ada risiko. Di corporate misalnya ya, saat transaksi bisa gagal, atau transaksi yang dibuatnya menimbulkan sengketa di pengadilan. Kalau dia galau kan repot. Atau di litigasi saat dia mendampingi klien disidik lalu dibentak-bentak polisi, kalau dia gampang galau, wah susah deh tuh,” tutur Aji kepada hukumonline, Senin (1/2).
 
Terpisah, Andrey menambahkan, saat sudah memilih untuk menjadi pengacara, maka lawyer harus konsisten mendalami dunianya tersebut. 
 
3.    Ikuti Pelatihan dan Seminar
Untuk meningkatkan kemampuan yang harus dilakukan salah satunya adalah menambah pengetahuan. Ketiga lawyer ini sepakat bahwa seluruh lawyer tak boleh puas dengan gelar sarjana hukum yang dimilikinya saja. Sering-sering mengikuti pelatihan dan seminar menjadi saran yang dianjurkan ketiga expert ini.
 
Aji menjelaskan, perlunya mengikuti berbagai pelatihan dan seminar ini untuk menambahkan folder di dalam ingatan lawyer. “Ini sering terjadi, lawyer saya bilang ‘ini ngga ada nih pak’. Saya cuma bilang ‘coba buka undang-undang x’. Nah di situ lah perlunya. Ibarat komputer, bikin aja dulu folder yang banyak, supaya pas mau nyari sesuatu udah ada,” pungkasnya.
 
4.    Tambahkan Ilmu Akuntansi
Sebagai tambahan, lawyer litigasi-korporasi perlu mengambil ilmu akuntansi. Hal itu yang selalu disarankan Aji kepada lawyer-lawyer muda. Bukan untuk menjadi ahli keuangan, tetapi untuk mempermudah saat klien menghadapkan lawyer pada neraca keuangan untuk keperluan menggugat pihak lawan misalnya. Saran serupa disampaikan Andrey.
 
“Kalau komersil itu saya merasa memang akan merasa lebih lengkap lagi kalau ada tambahan pengetahuan selain hukum ya. Akan lebih mudah bagi saya menganalisa suatu kasus saat saya memahami corporate law, saya juga memiliki pemahaman tentang ekonomi,” ucap Andrey.
 
Untuk diketahui, Andrey merupakan pendiri dari Andrey Sitanggang Law Office ini juga merupakan lulusan Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia.
 
5.    Bagi Fokus di Waktu-Waktu yang Berbeda
Saat menyelami pilihan, memang tak mudah bagi lawyer untuk dapat menjadi ‘hebat’ di semua bidang dalam seketika. “Butuh waktu yang cukup lama untuk bisa menguasai kedua bidang ini,” ujar Andrey. Atas dasar itu, lawyer yang sudah berpraktik selama lebih dari 25 tahun ini menyicil satu-persatu sertifikasi terkait.
 
Begitu pula saat menangani perkara di kantor. Untungnya tak semua pekerjaan itu datang bersamaan. “Ya tapi pikiran kita sebenarnya kan seperti channel televisi, saat menayangkan mellow drama ya bisa terbawa, saat action bisa terbawa. Ini juga begitu, saat membahas korporasi ya otak saya juga ke korporasi,” ungkap peraih gelar doktor dari FH UNPAD ini.
 
6.    Pekerjaan Bentrok, Utamakan Deadline
Nah, kalau sudah bertemu pekerjaan litigasi dan korporasi di satu waktu yang sama, Bobby menyarankan untuk mengerjakan pekerjaan yang sudah dekat waktu jatuh temponya. Apalagi, sambungnya, pekerjaan korporasi biasanya sudah jelas waktunya. Hal ini bisa dimanfaatkan untuk mengatur waktu menyelesaikan pekerjaan.

http://www.hukumonline.com/berita/baca/lt56af68fa8ead8/6-hal-wajib-diperhatikan-untuk-jadi-lawyer-imulti-skills-i

9 Tips untuk Lawyer yang Ingin Terjun ke Jasa Industrial

9 Tips untuk Lawyer yang Ingin Terjun ke Jasa Industrial
Perlu sekali-kali becanda dengan klien.

Ada banyak cabang atau spesifikasi hukum yang dipegang oleh seorang pengacara. Ada yang sering menangani kasus-kasus korupsi, ada juga yang memilih fokus kepada kepailitan, dan lain sebagainya.
Nah, Advokat Aulia Kemalsjah Siregar merupakan sedikit dari pengacara yang memilih untuk fokus memegang kasus-kasus hubungan industrial. Namanya pun dikenal sebagai lawyer yang sudah malang melintang bersidang di Pengadilan Hubungan Industrial (PHI).
Walau jauh dari sorotan media, berbeda dengan pengacara tindak pidana korupsi, pengacara hubungan industrial tetap dinilai memiliki prospek yang baik. Sekali memegang kasus, ada ratusan atau bahkan ribuan nasib orang yang digantungkan di sana.
Kemalsjah yang sudah malang melintang belasan tahun di dunia ini tak segan berbagi tips bagaimana menjadi pengacara hubungan industrial yang handal kepada pembaca hukumonline, akhir Juni lalu.
Berikut adalah sembilan tips dari putra mantan Hakim Agung Bismar Siregar ini:
1.    Pelajari dan Pahami Undang-Undang
Setidaknya ada dua hal yang harus benar-benar dipelajari oleh Pengacara Hubungan Industrial, yakni Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan dan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Persilisihan Hubungan Industrial (PPHI).
Kemalsjah mengatakan dari kedua undang-undang tersebut, pengacara akan tahu ketenagakerjaan itu seperti apa, perjanjian kerja seperti apa, apa saja hak-hak para pekerja, hukum acaranya bagaimana. “Nah itu dia pake tuh. Dia harus lihat gimana prosedurnya. Jangan main tabrak-tabrak,” ujarnya.
2.    Straight To The Point
“Saya mendidik anak buah saya membuat dalil yang tidak pakai basa-basi. Sangat langsung pada persoalan, dan terkesan kalau orang baca tuh, keras banget. Straight to the point,” ucap Kemal.
Menurutnya, banyak kata dari kalimat yang sudah terbiasa dibuat pengacara panjang lebar, ketika dibuang justru akan menjadi kalimat dan bahasa yang sangat lugas.
3.    Perlunya Magang/Pengalaman di Law Firm Besar
Bekerja di sebuah law firm besar mengajarkan pengacara akan banyak hal. Terlebih lagi soal nilai, ucap Kemal yang memulai kariernya di Makarim & Taira begitu meraih gelar Sarjana Hukum. Salah satunya adalah pelayanan klien.
Melayani klien, jelas Kemal, artinya pengacara harus mampu menjawab apa yang dibutuhkan klien dan bagaimana membuat klien nyaman dengan kita. “Yang tamat ngga punya kesempatan (magang/kerja di law firm besar) langsung buka law firm sendiri, akhirnya tabrak sana tabrak sini. Kelakuannya nggak karu-karuan, udah kayak jagoan aja gitu,” ungkapnya.
4.    Siap Standby 24 Jam untuk Klien
“Kalau memang kita tekad kerja di bidang ini, kalau mau ditelepon klien jam berapa pun kita ngga bisa bilang ngga ada. Mau jam 12 malem ketemu, atau jam 2 malem, pokoknya handphone itu harus hidup,” tutur Kemal yang juga pengajar di Fakultas Hukum Universitas Al-Azhar Indonesia ini.
Kemal merasionalisasi klien yang menghubungi kita tanpa tahu waktu itu sedang dalam kondisi yang darurat. “Situasi sedang darurat, kamu ngga bisa hubungin dia (lawyer). Kamu marah ngga? Itu aja konteksnya,” tukasnya.
5.    Kemampuan Berbahasa Inggris
Disampaikan oleh Kemal, kemampuan berbahasa Inggris adalah satu hal yang sudah tidak dapat ditawar lagi oleh Pengacara Hubungan Industrial. Pengacara Hubungan Industrial harus fasih menggunakan bahasa Inggris baik lisan maupun tulisan.
“Karena kalau misalnya punya klien misalnya CEO nya Hongkong Bank, kita ngga bisa bahasa inggris nih. Ntar dia suruh ‘sama anak buah aja deh. Ngapain ama gue? Lu juga ngga ngerti gue ngomong apa. Gue ngga ngerti lu ngomong apa.’ Makanya udah ngga bisa ngga itu. Harus fasih,” ucapnya.
6.    Bangun Hubungan yang Cair dengan Klien
Meski terkesan sepele, Kemal mengatakan perlu membangun hubungan yang cair dengan klien. Sekali-kali bercanda, jangan terus-terusan serius. “Harus bisa bercanda dong, karena kita pertama memang kenal sebagai rekan bisnis. Kedua sebagai manusia,” begitu kilah Kemal.
7.    Tegas dan Sesuai Undang-Undang
Kemal bercerita pernah ada beberapa klien datang dan mengutarakan niatnya memutus hubungan kerja dengan pegawainya. Dengan tegas Kemal menyatakan tidak bisa melakukan hal tersebut. “Saya bilang lempeng aja ngga bisa, terus saya jelasin kenapanya,” ceritanya.
“Saya tuh dibayar bukan karena saya tentara bayaran. Saya dibayar karena profesionalisme saya. Kalau mau jadi tentara bayaran mah apa aja bisa, ngga ada masalah. Cuma persoalannya, mau sampai kapan kelakuannya kita kayak gitu?” lanjutnya.
Berhadapan dengan klien pun harus sesuai dengan undang-undang, ujar Kemal. Ia menyatakan tak perlu takut klien akan lari karena hal tersebut, karena selama ini pun klien justru hormat dengan pilihannya.
8.    Lawan adalah Kawan
Menjadi pengacara perusahaan yang berkonflik dengan pekerjanya bukan berarti pengacara harus menjadi lawan dari serikat pekerja juga yang berada di kubu lawan. Kemal sendiri mengaku hubungannya dengan serikat pekerja sejauh ini baik-baik saja.
“Saya bilang, kita tuh yang membedakan hanya peranan kok. Saya memegang peranan untuk pengusaha, kalian membawakan peranan untuk pekerja. Tetapi yang berselisih kan antara pekerja sama pengusahanya nih, kitanya ngga ada persoalan, jadi kita jangan berantem.”
9.    Tampil dan Menonjol dalam Setiap Kasus
Seperti disebutkan di awal, Pengacara Hubungan Industrial jauh dari sorotan media. Untuk itu, sebut Kemal,  kita bisa ikut seminar-seminar, dan perlu untuk menonjol dalam setiap tugas. “Karena kalau ngga, nanti orang ngga tau,” ujarnya.
“Kalau di perkara kita menonjol kan, tentu kan hukumonline bisa mengundang untuk jadi pembicara. Dan itu waktu hukumonline bikin, itu lawfirm yang ngirim juga ngga dikit kan. Dari tampil itu akhirnya omongan beredar,” ujar Kemal yang kerap menjadi pembicara dalam acara pelatihan, diskusi maupun seminar hukumonline yang berkaitan dengan ketenagakerjaan.
Bagaimana, lawyers? Tertarik mencoba tips dari Kemalsjah ini?