Rabu, 11 Januari 2017

Semangat Si Jambul Putih: Pusaka, Perkara, dan Wanita

Senin, 13 Agustus 2007
Semangat Si Jambul Putih: Pusaka, Perkara, dan Wanita
Buku yang menelanjangi sang ikon hukum.

"Untuk menjaga keputihan rambutnya, Buyung sekali seminggu menggunakan toning Kleur vessteviger zilver vit tot grijs merek Andrelon, sedangkan untuk keramas memakai shampo antiketombe Resdan."
Itulah secuil unrevealed information (informasi rahasia) seputar kehidupan pribadi advokat senior Adnan Buyung Nasution yang dibeberkan dalam buku Semangat Si Jambul Putih: Pusaka, Perkara, dan Wanita. Buku setebal 104 halaman yang ditulis oleh Bunga Kejora tersebut diluncurkan secara resmi bertepatan dengan acara perayaan hari ulang tahun (HUT) ke-73 Buyung yang diselenggarakan secara meriah di Hotel Borobudur Jakarta, Senin (23/7).
Selintas informasi yang diungkapkan penulis di atas terkesan tidak penting. Apa pentingnya rahasia di balik rambut rapi berwarna putih Buyung dibandingkan komentar atau analisa tajam khasnya yang biasa menghiasi halaman media-media nasional. Tetapi di situ justru kelebihan dari buku ini. Penulis terkesan ingin mengalihkan pandangan para ‘fans’ Buyung dari hal-hal yang berat dan serius.
Dalam buku yang diterbitkan dan didistribusikan oleh Andal Krida Nusantara (AKOER) ini, penulis justru tidak mengangkat analisa kritis Buyung tentang hukum tata negara, dunia advokat, atau perkembangan hukum lainnya. Alih-alih menyebut tokoh-tokoh hukum seperti Montesquieu atau John Locke, buku ini justru memunculkan nama Stewart Granger.
Buat kalangan ABG, nama Stewart mungkin sangat asing. Tapi tidak untuk generasi bapak-ibu atau kakek-nenek kita, karena Stewart adalah artis Hollywood yang melejit pada era 1960-an. Stewart yang aslinya kelahiran London, Inggris adalah insprasi bagi tatanan rambut Buyung. “Dulu saya kagum pada film star Stewart Granger. Orangnya tinggi ganteng, very impressive and dignified,” demikian alasan yang dikemukakan Buyung dalam buku tersebut.
Histori tentang tatanan rambut bukan satu-satunya informasi menarik tentang kehidupan pribadi Buyung yang disajikan oleh buku ini. Penulis juga mengungkapkan rahasia di balik 'keperkasaan' pria kelahiran Mandailing, Sumatera Utara, 20 Juli 1934 ini dalam menjalankan aktivitasnya. Kegiatan Buyung setiap harinya memang sangat padat. Mulai dari menjadi pembicara seminar, memenuhi undangan dari berbagai instansi dan organisasi, dan berpraktik di pengadilan.
Rahasia stamina Buyung ternyata ada di pola hidup yang terbilang sehat atau dibahasakan penulis 'cara hidup positif'. Salah satu resepnya adalah super hati-hati dalam menyantap makanan dan minuman. Penggemar masakan padang ini bahkan memiliki prinsip sendiri soal makan yakni "berhentilah makan di saat lidahmu merasa paling enak". Buyung berpandangan makan hanya untuk kebutuhan hidup, bukan untuk dinikmati sepuasnya. Pola hidup sehat yang diterapkan Buyung semakin lengkap dengan sejumlah dokter pribadi.
Di sisi lain, rasanya hambar kalau berbicara tentang Buyung tanpa menyinggung Lembaga Bantuan Hukum (LBH). Lembaga pembela rakyat yang didirikan pada 1970 itu merupakan karya monumental dari 'rahim' Buyung. Bak hubungan kasih sayang orang tua terhadap anaknya, Buyung memperlakukan LBH seperti seorang anak kecil sehingga kadang terkesan terlalu posesif. Dia rela mendedikasikan seluruh waktu, tenaga, dan bahkan hidupnya demi LBH.
“Ya, saya otoriter dalam hal menjaga LBH tetap dalam garis yang sesuai dengan konsep yang dicita-citakan,” tegas Buyung menjawab pandangan sebagian kalangan yang menilai dirinya otoriter untuk urusan LBH. Dia berdalih, LBH harus tetap konsisten pada visi dan misinya, sebagai lembaga hukum yang harus berpijak pada hukum, proses hukum, dan cita-cita negara hukum.
Tidak kurang dari mantan Jaksa Agung Abdul Rahman Saleh menyatakan salut atas pengabdian seniornya ini kepada LBH. Bagi Arman -sapaan akrab Abdul Rahman Saleh- pendirian LBH merupakan torehan tinta emas Buyung dalam sejarah perkembangan hukum di negeri ini. "Kalau ada hal yang patut dicatat dalam sejarah perkembangan hukum di Indonesia maka pendirian YLBHI merupakan momen yang sangat penting," puji Arman ketika memberikan sambutan dalam perayaan HUT Buyung.
Walaupun tidak secara tegas menyatakan diri sebagai sebuah buku biografi, buku ini terbilang sukses membeberkan rekaman perjalanan hidup seorang Buyung. Isu terhangat yakni 'kenekatan' Buyung menerima pinangan Presiden SBY untuk menjadi anggota Dewan Pertimbangan Presiden (Wantimpres) pun tak luput dibeberkan.
Lelah berteriak, demikian kira-kira alasan yang dikemukan buku ini terkait keputusan Buyung menerima tawaran tersebut. Buyung menginginkan hasil yang lebih konkret untuk menyelamatkan negara yang diibaratkan kapal yang sedang karam. Maka dari itu, dia merasa perlu mendekat ke pusat kekuasaan.
Lebih dari itu, buku ini bahkan juga mengajak pembaca menyelami pemikiran-pemikiran pemilik tubuh dengan postur 166cm/67kg ini. Mulai dari isu ringan seperti bagaimana berinteraksi dengan kolega sampai isu kontroversial sekalipun, soal poligami. Buyung yang selalu bersikap hangat terhadap semua wanita ini, berpandangan poligami berpotensi merusak keutuhan keluarga karena sulit bagi seorang laki-laki untuk bertindak adil jika memiliki lebih dari satu pasangan.
Kemampuan buku ini merekam secara detil perjalanan hidup Buyung tidak bisa dilepaskan dari faktor pribadi penulis. Bunga bisa dibilang adalah penulis yang tepat yang dapat 'menelanjangi' kehidupan Buyung. Pasalnya, wanita kelahiran Jakarta, 2 November 1959 ini tidak hanya menjadi salah satu orang kepercayaan, tetapi juga menjadi bayangan diri Buyung sejak berkiprah di KPU pada 1999 silam.
Kemana saja Buyung beraktivitas, Bunga selalu mendampinginya. Dia bahkan pernah ditunjuk Buyung untuk menggantikannya dalam rapat-rapat tim penasehat hukum kasus pelanggaran HAM berat di Timor-Timur. Sebuah kepercayaan yang sangat besar mengingat kasus ini merupakan kasus yang cukup sensitif dan menarik perhatian kala itu.
Hubungan yang begitu dekat diakui penulis bisa menjadi keuntungan sekaligus kerugian. Dikatakan keuntungan karena ini bisa menjadi modal yang lebih dari cukup bagi Bunga untuk menjadi saksi hidup sepak terjang bosnya ini. Situasi ini secara tidak langsung juga memberikan akses kepada penulis untuk mengorek segala informasi dari orang-orang terdekat Buyung. Mulai dari anggota keluarga, sahabat, atau bahkan penata rambut pribadi sekalipun.
Namun di sisi lain, faktor kedekatan diakui penulis juga berpotensi menjebak dirinya dalam pandangan subyektif. Demi menyiasatinya, penulis terpaksa merelakan beberapa halaman kepada dua 'orang luar' untuk menorehkan pandangan mereka tentang Buyung. “Syukur-syukur tercapai niat saya sejak awal, menginspirasi semangat manusia untuk menjadi orang lebih berguna sebagai dicontohkan si Jambul Putih Adnan Buyung Nasution,” tutur penulis dalam rangkaian kata pengantar.
Selamat membaca, selamat menelanjangi kehidupan sang ikon hukum.

http://www.hukumonline.com/berita/baca/hol17355/semangat-si-jambul-putih-pusaka-perkara-dan-wanita

Tidak ada komentar:

Posting Komentar