Sabtu, 06 Juli 2013

Bertahan di Tengah Kompleksnya Masalah Perdagangan

"Di dalam buku Hukum Dagang Indonesia, R. Soekardono berhasil memaparkan prinsip-prinsip perdagangan secara konsisten di masanya."

Tak akan ada habisnya jika kita berbicara soal ilmu pengetahuan. Seiring perkembangan zaman, ilmu pengetahuan terus berkembang pesat. Di bidang hukum, misalnya. Sebuah buku mungkin tak cukup menggambarkan suatu persoalan. Buku lain terus hadir memanjakan mata pembaca sesuai masanya. Namun, kiprah buku-buku klasik tetap tak bisa lepas dari apa yang kita rasakan saat ini.

Usia manusia boleh bertambah dan akan habis dengan sendirinya. Tapi tidak bagi sebuah karya positif yang dihasilkan seseorang. Hal itu terbukti dari puluhan bahkan ratusan buku klasik yang hingga kini menjadi pedoman seseorang dalam menimba ilmu. Buku berjudul Hukum Dagang Indonesiakarya R Soekardono merupakan salah satu buku yang masih dijadikan referensi para dosen hukum dalam menularkan ilmu pengetahuan ke mahasiswa.

Agus Sardjono, salah seorang dosen di Fakultas Hukum Universitas Indonesia (FHUI) mengakui hal tersebut. Buku karya Soekardono masih dijadikannya sebagai referensi dalam mengajar. Menurutnya, buku itu banyak menerjemahkan Kitab Undang-undang Hukum Dagang (KUHD) yang hingga kini masih diberlakukan atas dasar ketentuan peralihan UUD. Oleh sebab itu, bagi mahasiswa yang ingin memahami KUHD tak ada salahnya membaca buku yang terbit pertama kali pada tahun 1983 ini.

“Memang ada perdebatan tentang apakah buku itu berlaku sebagai penerjemah undang-undang atau berlaku sebagai pedoman. Tapi itu adalah perdebatan klasik. Bagi kami yang penting adalah bagaimana kita memahami KUHD itu,” katanya.

Pada dasarnya apa yang tersaji dalam buku Hukum Dagang Indonesia tidak ada yang kurang. Soekardono berhasil memaparkan prinsip-prinsip perdagangan secara konsisten di masanya. Tapi itu tadi, kompleksitas perdagangan di masa lalu jelas berbeda dengan sekarang. Jangankan untuk membuat buku yang menarik, terkadang undang-undang yang ada saat ini saja banyak yang inkonsisten atau saling berlawanan satu sama lain.

Sekadar informasi, sepanjang karirnya, Soekardono pernah mencicipi kursi Hakim Agung pada Mahkamah Agung Indonesia. Dia dianugerahi titel Guru Besar Luar Biasa Universitas Gajah Mada, Guru Besar Universitas Indonesia dan Perguruan Tinggi Militer.

Seperti diketahui, banyak sekali produk perundang-undangan khusus yang mengatur masalah perdagangan atau aktivitas perusahaan saat ini, antara lain; UU tentang Wajib Daftar Perusahaan, UU tentang Pasar Modal, UU tentang Dokumen Perusahaan, UU tentang Perbankan, UU tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat, UU tentang Rahasia Dagang, UU tentang Desain Industri, UU tentang Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu.

Selain itu, ada UU tentang Merek, UU tentang Paten, UU tentang Hak Cipta, UU tentang Badan Usaha Milik Negara, UU tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran, UU tentang Perseroan Terbatas, dan lain-lain. Belum lagi, saat ini pemerintah tengah berencana membuat UU tentang Perdagangan.

Menurut Agus, penelusuran para penulis baru dalam membuat buku yang berkaitan dengan hukum dagang sangat dangkal. Bahkan, tidak ada yang membahas secara baik mengenai KUHD. Namun, ia dapat memahami hal itu. Alasannya hampir sama seperti semula, si penulis mungkin hanya mengacu pada undang-undang yang ada saat ini.

“Undang-undang itu kan sumber hukum. Penulis harus mengacu pada undang-undang. Paling dia hanya bisa memberikan pendapat atau penafsiran terhadap undang-undang itu,” tutur Guru Besar Tetap untuk Bidang Ilmu Hukum Keperdataan ini.

Penulis lain yang pernah menulis buku tentang hukum dagang Indonesia adalah HMN Purwosutjipto yang tak lain adalah asisten dari Soekardono. Buku karyanya berjudul Pengertian Pokok Hukum Dagang IndonesiaBuku ini terbagi dalam beberapa bagian. Kendati demikian, keduanya banyak memiliki perbedaan pandangan dalam buku yang dibuat. Salah satu perbedaan mendasar adalah mengenai pengertian hukum dagang itu sendiri.

Soekardono mengatakan hukum dagang adalah bagian dari hukum perdata pada umumnya, yakni yang mengatur masalah perjanjian dan perikatan-perikatan yang diatur dalam Buku III BW. Dengan kata lain, hukum dagang adalah himpunan peraturan-peraturan yang mengatur hubungan seseorang dengan orang lain dalam kegiatan perusahaan yang terutama terdapat dalam kodifikasi KUHD dan KUHPerdata. Sedangkan Purwosutjipto mengatakan, hukum dagang adalah hukum perikatan yang timbul khusus dari lapangan perusahaan.

Namun, dosen Fakutas Hukum Universitas Sumatera Utara (FH USU), Mulhadi memiliki pendapat lain. Dalam makalah akademisnya, ia berpendapat jika ingin mengetahui definisi hukum dagang, maka hal tersebut tidak akan ditemukan di dalam KUHD, karena hal itu sama sekali tidak diatur secara khusus seperti layaknya pengertian pedagang dan perbuatan perniagaan.

Menurut Mulhadi, saat ini beberapa pasal dari Buku I KUHD tentang pedagang pada umumnya, dianggap sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan dalam dunia perdagangan. Hal ini berkaitan dengan pencabutan Pasal 2 sampai Pasal 5 perihal pedagang dan perbuatan perniagaan.

Bahasa (Bukan) Kendala
Buku-buku pelajaran klasik jelas memiliki banyak perbedaan dengan buku-buku yang terbit masa kini. Salah satu perbedaan yang mencolok adalah penggunaan bahasa Indonesia. Tak bisa dipungkiri, jika pada zamannya buku-buku klasik laris manis dicari pembaca, tapi saat ini mungkin orang yang enggan mencarinya, apalagi berkeinginan untuk membeli.

Hal itu diungkapkan oleh Ibrahim, salah seorang marketing di PT Dian Rakyat. Perusahaan ini pernah menerbitkan buku Hukum Dagang Indonesia jilid I (bagian pertama). Selain itu, CV Rajawali yang kini bernama PT RajaGrafindo Persada pernah mencetak buku Soekardono tentang Hukum Dagang Indonesiajilid I (bagian kedua) dan Jilid II. Secara keseluruhan, buku Hukum Dagang Indonesia karya Soekardono terbagi dalam sembilan jilid.

Seperti dijelaskan di atas, pada masanya buku Hukum Dagang Indonesiabanyak dicari pembaca. Namun, seiring perkembangan zaman dan bahasa, buku ini seakan terlupakan. Apalagi, dari sisi bisnis buku ini dianggap tidak lagi mudah untuk dijual.  Ibrahim mengaku, sudah 10 tahun lebih perusahaannya tidak menerbitkan buku tersebut. Stok yang ada masih menumpuk. Buku-buku hukum klasik hanya dijual saat ada momen tertentu seperti pameran.

“Buku ini memang sempat laku di zamannya. Tapi seiring perkembangan hukum dan bahasa, belakangan buku-buku hukum klasik sulit laku,” ujarnya.   

Namun, tak adil rasanya jika faktor bahasa menjadi salah satu indikator menarik tidaknya sebuah buku untuk dibaca. Yang jelas, seorang penulis tentu akan menggunakan bahasa sesuai pada masanya. Jika dibaca saat ini, jelas, bahasa Soekardono dalam buku Hukum Dagang Indonesia terkesan lucu atau berantakan. Tapi sekali lagi, itulah salah satu risiko dari buku klasik.

Meski masih menggunakan ejaan lama, cara penyampaian pesan Soekardono dalam buku tersebut tetap mengalir dan dapat dipahami. Setidaknya itulah yang dikatakan Agus Sardjono. Menurutnya, buku Soekardono masih bisa dijadikan referensi bacaan yang baik bagi para mahasiswa hukum. “Bagi mahasiswa yang ingin memahami KUHD, sepertinya buku Soekardono masih bisa dijadikan referensi yang lebih baik,” pungkasnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar