Tak
akan ada habisnya jika kita berbicara soal ilmu pengetahuan. Seiring
perkembangan zaman, ilmu pengetahuan terus berkembang pesat. Di bidang
hukum, misalnya. Sebuah buku mungkin tak cukup menggambarkan suatu
persoalan. Buku lain terus hadir memanjakan mata pembaca sesuai masanya.
Namun, kiprah buku-buku klasik tetap tak bisa lepas dari apa yang kita
rasakan saat ini.
Usia
manusia boleh bertambah dan akan habis dengan sendirinya. Tapi tidak
bagi sebuah karya positif yang dihasilkan seseorang. Hal itu terbukti
dari puluhan bahkan ratusan buku klasik yang hingga kini menjadi pedoman
seseorang dalam menimba ilmu. Buku berjudul “Hukum Dagang Indonesia” karya R Soekardono
merupakan salah satu buku yang masih dijadikan referensi para dosen
hukum dalam menularkan ilmu pengetahuan ke mahasiswa.
Agus
Sardjono, salah seorang dosen di Fakultas Hukum Universitas Indonesia
(FHUI) mengakui hal tersebut. Buku karya Soekardono masih dijadikannya
sebagai referensi dalam mengajar. Menurutnya, buku itu banyak
menerjemahkan Kitab Undang-undang Hukum Dagang (KUHD) yang hingga kini
masih diberlakukan atas dasar ketentuan peralihan UUD.
Oleh sebab itu, bagi mahasiswa yang ingin memahami KUHD tak ada
salahnya membaca buku yang terbit pertama kali pada tahun 1983 ini.
“Memang
ada perdebatan tentang apakah buku itu berlaku sebagai penerjemah
undang-undang atau berlaku sebagai pedoman. Tapi itu adalah perdebatan
klasik. Bagi kami yang penting adalah bagaimana kita memahami KUHD itu,”
katanya.
Pada
dasarnya apa yang tersaji dalam buku Hukum Dagang Indonesia tidak ada
yang kurang. Soekardono berhasil memaparkan prinsip-prinsip perdagangan
secara konsisten di masanya. Tapi itu tadi, kompleksitas perdagangan di
masa lalu jelas berbeda dengan sekarang. Jangankan untuk membuat buku
yang menarik, terkadang undang-undang yang ada saat ini saja banyak yang
inkonsisten atau saling berlawanan satu sama lain.
Sekadar informasi, sepanjang karirnya, Soekardono
pernah mencicipi kursi Hakim Agung pada Mahkamah Agung Indonesia. Dia
dianugerahi titel Guru Besar Luar Biasa Universitas Gajah Mada, Guru
Besar Universitas Indonesia dan Perguruan Tinggi Militer.
Seperti
diketahui, banyak sekali produk perundang-undangan khusus yang mengatur
masalah perdagangan atau aktivitas perusahaan saat ini, antara lain; UU
tentang Wajib Daftar Perusahaan, UU tentang Pasar Modal, UU tentang
Dokumen Perusahaan, UU tentang Perbankan, UU tentang Larangan Praktik
Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat, UU tentang Rahasia Dagang, UU
tentang Desain Industri, UU tentang Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu.
Selain
itu, ada UU tentang Merek, UU tentang Paten, UU tentang Hak Cipta, UU
tentang Badan Usaha Milik Negara, UU tentang Kepailitan dan Penundaan
Kewajiban Pembayaran, UU tentang Perseroan Terbatas, dan lain-lain.
Belum lagi, saat ini pemerintah tengah berencana membuat UU tentang
Perdagangan.
Menurut Agus, penelusuran
para penulis baru dalam membuat buku yang berkaitan dengan hukum dagang
sangat dangkal. Bahkan, tidak ada yang membahas secara baik mengenai
KUHD. Namun, ia dapat memahami hal itu. Alasannya hampir sama seperti
semula, si penulis mungkin hanya mengacu pada undang-undang yang ada
saat ini.
“Undang-undang itu kan sumber hukum. Penulis harus mengacu pada undang-undang. Paling dia hanya bisa memberikan pendapat atau penafsiran terhadap undang-undang itu,” tutur Guru Besar Tetap untuk Bidang Ilmu Hukum Keperdataan ini.
Penulis
lain yang pernah menulis buku tentang hukum dagang Indonesia adalah HMN
Purwosutjipto yang tak lain adalah asisten dari Soekardono. Buku
karyanya berjudul “Pengertian Pokok Hukum Dagang Indonesia”. Buku ini terbagi
dalam beberapa bagian. Kendati demikian, keduanya banyak memiliki
perbedaan pandangan dalam buku yang dibuat. Salah satu perbedaan
mendasar adalah mengenai pengertian hukum dagang itu sendiri.
Soekardono
mengatakan hukum dagang adalah bagian dari hukum perdata pada umumnya,
yakni yang mengatur masalah perjanjian dan perikatan-perikatan yang
diatur dalam Buku III BW. Dengan kata lain, hukum dagang adalah himpunan
peraturan-peraturan yang mengatur hubungan seseorang dengan orang lain
dalam kegiatan perusahaan yang terutama terdapat dalam kodifikasi KUHD
dan KUHPerdata. Sedangkan Purwosutjipto mengatakan, hukum dagang adalah
hukum perikatan yang timbul khusus dari lapangan perusahaan.
Namun, dosen Fakutas Hukum Universitas Sumatera Utara (FH USU), Mulhadi memiliki
pendapat lain. Dalam makalah akademisnya, ia berpendapat jika ingin
mengetahui definisi hukum dagang, maka hal tersebut tidak akan ditemukan
di dalam KUHD, karena hal itu sama sekali tidak diatur secara khusus
seperti layaknya pengertian pedagang dan perbuatan perniagaan.
Menurut Mulhadi, saat ini beberapa pasal dari Buku I KUHD tentang pedagang pada umumnya, dianggap sudah tidak
sesuai lagi dengan perkembangan dalam dunia perdagangan. Hal ini
berkaitan dengan pencabutan Pasal 2 sampai Pasal 5 perihal pedagang dan
perbuatan perniagaan.
Bahasa (Bukan) Kendala
Buku-buku
pelajaran klasik jelas memiliki banyak perbedaan dengan buku-buku yang
terbit masa kini. Salah satu perbedaan yang mencolok adalah penggunaan
bahasa Indonesia. Tak bisa dipungkiri, jika pada zamannya buku-buku
klasik laris manis dicari pembaca, tapi saat ini mungkin orang yang
enggan mencarinya, apalagi berkeinginan untuk membeli.
Hal itu diungkapkan oleh Ibrahim, salah seorang marketing di PT Dian Rakyat. Perusahaan ini pernah menerbitkan buku “Hukum Dagang Indonesia” jilid
I (bagian pertama). Selain itu, CV Rajawali yang kini bernama PT
RajaGrafindo Persada pernah mencetak buku Soekardono tentang “Hukum Dagang Indonesia” jilid I (bagian kedua) dan Jilid II. Secara keseluruhan, buku “Hukum Dagang Indonesia” karya Soekardono terbagi dalam sembilan jilid.
Seperti dijelaskan di atas, pada masanya buku “Hukum Dagang Indonesia” banyak
dicari pembaca. Namun, seiring perkembangan zaman dan bahasa, buku ini
seakan terlupakan. Apalagi, dari sisi bisnis buku ini dianggap tidak
lagi mudah untuk dijual. Ibrahim mengaku, sudah 10 tahun lebih
perusahaannya tidak menerbitkan buku tersebut. Stok yang ada masih
menumpuk. Buku-buku hukum klasik hanya dijual saat ada momen tertentu seperti pameran.
“Buku
ini memang sempat laku di zamannya. Tapi seiring perkembangan hukum dan
bahasa, belakangan buku-buku hukum klasik sulit laku,” ujarnya.
Namun,
tak adil rasanya jika faktor bahasa menjadi salah satu indikator
menarik tidaknya sebuah buku untuk dibaca. Yang jelas, seorang penulis
tentu akan menggunakan bahasa sesuai pada masanya. Jika dibaca saat ini,
jelas, bahasa Soekardono dalam buku “Hukum Dagang Indonesia” terkesan lucu atau berantakan. Tapi sekali lagi, itulah salah satu risiko dari buku klasik.
Meski
masih menggunakan ejaan lama, cara penyampaian pesan Soekardono dalam
buku tersebut tetap mengalir dan dapat dipahami. Setidaknya itulah yang
dikatakan Agus Sardjono. Menurutnya, buku Soekardono masih bisa
dijadikan referensi bacaan yang baik bagi para mahasiswa hukum. “Bagi
mahasiswa yang ingin memahami KUHD, sepertinya buku Soekardono masih
bisa dijadikan referensi yang lebih baik,” pungkasnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar