Jumat, 05 Juli 2013

Maestro Hukum Progresif Itu Telah Tiada

 "Busyro Muqoddas mengingatkan agar para hakim di Indonesia mengasup paham hukum progresif yang dipopulerkan oleh Prof Satjipto Rahardjo. "

Dunia hukum Indonesia kembali kehilangan salah seorang putra terbaiknya. Seorang tokoh hukum senior, Prof. Satjipto Rahardjo menutup usia hari ini, pukul 09.15, Jumat (8/1). Guru Besar Ilmu Hukum Universitas Diponegoro (Undip) ini meninggal pada usia 79 tahun, sebelumnya dirawat di Rumah Sakit Pusat Pertamina (RSPP). Sepanjang hidupnya, Prof. Tjip -sapaan akrabnya- diberi gelar maestro hukum progresif Indonesia.
Dalam berbagai kesempatan, Satjipto berulang kali mengingatkan filosofi hukum yang sebenarnya. “Hukum untuk manusia, bukan manusia untuk hukum,” demikian petuah terkenalnya yang masih terngiang di telinga masyarakat hukum Indonesia. Ia mengatakan hukum bertugas melayani masyarakat, bukan sebaliknya. Kualitas suatu hukum, menurutnya, ditentukan dengan kemampuannya untuk mengabdi pada kesejahteraan manusia.
Ketua Komisi Yudisial (KY) Busyro Muqoddas mengatakan Indonesia berduka dengan kehilangan tokoh hukum sekaliber Satjipto. “Dia adalah penggagas madzhab hukum progresif. Ini disempurnakan dengan style of life-nya yang sederhana,” tuturnya di Gedung KY.
Busyro berharap agar dosen-dosen hukum yang masih junior mengikuti jejak almarhum. Seorang ilmuan besar tetapi menampilkan pribadi yang sederhana. “Mereka harus mencontoh almarhum,” ujarnya. Tak hanya itu, Busyro berharap hakim-hakim di Indonesia mengikuti cara berpikir Satjipto. “Para hakim harus mengasup paham progresif itu,” tegasnya.
Paham progresif memang lahir akibat kekecewaan kepada penegak hukum yang kerap berperspektif positivis. Yakni, hanya terpaku pada teks dalam undang-undang tanpa mau menggali lebih dalam keadilan yang ada di masyarakat. Para penganut paham positivis kerap berdalih paham civil law yang dianut Indonesia 'mengharuskan' hakim sebagai corong undang-undang.

Pengaruh Satjipto di kalangan para penggiat hukum memang tak sedikit. Sekelompok orang bahkan membentuk sebuah Forum Diskusi Hukum Progresif. Mereka menamakan dirinya sebagai Kaum Tjipian. Nama “Tjipian” diambil dari nama panggilan Satjipto, yakni Prof. Tjip. Di situs pertemanan facebook, jumlah kaum tjipian ini mencapai hampir 500 orang.
Tak hanya di kalangan anak muda, Advokat Senior Adnan Buyung Nasution pun pernah mengakui sangat mengidolai Satjipto. Dalam sebuah kesempatan di Gedung Dewan Pertimbangan Presiden, Buyung memperkenalkan Satjipto sebagai gurunya yang membantunya menyelesaikan tugas akhir kala studi di Belanda. Buyung bahkan sampai menitikkan air mata saat mengucapkan terima kasih kepada Satjpto.
Meski pemikirannya diikuti oleh para pakar dan praktisi hukum, Satjipto tetap menjadi  tokoh yang low profile. Ketika sejumlah penggiat hukum memperjuangkan agar teori keadilan yang menggunakan hukum progresif disarankan masuk sebagai satu mata kuliah di fakultas hukum, Satjipto tak serta merta mendukung.
Satjipto merasa Teori Keadilan sudah masuk ke dalam mata kuliah filsafat hukum yang telah menjadi mata kuliah wajib di banyak fakultas hukum. “Untuk memisahkan teori keadilan dari filsafat hukum, itu kewenangan dari masing-masing fakultas saja,” kata Satjipto kepada hukumonlineNovember lalu.
Selamat Jalan Prof. Tjip.

sumber tulisan : http://www.hukumonline.com/berita/baca/lt4b4745cf47f9e/maestro-hukum-progresif-itu-telah-tiada

Tidak ada komentar:

Posting Komentar