Pendidikan
hukum kita selama ini hanya menyentuh pada tataran teoritis, dan
mengabaikan aspek moral. Sehingga, yang tercetak kemudian adalah
tukang-tukang hukum, dan bukan sarjana hukum yang sebenarnya. Padahal
semestinya pendidikan hukum bisa menciptakan seorang ahli hukum dan
berdedikasi dan bukan ahli hukum yang jualan hukum.
Dosen
atau akademisi perguruan tinggi tentu tak bisa melepaskan tanggung
jawab moral terhadap kondisi memprihatinkan ini. Pendidikan hukum
mestinya tidak lepas dari bagaimana cara menanamkan nilai dan filosofi
hukum pada tataran teoritis dan etis sekaligus.
Cara pandang semacam itulah yang dianut dan dipahami Abdul Ghofur Anshori dan Sobirin Malian, penyunting buku ini. Membangun Hukum Indonesia
adalah sebuah buku kompilasi dari pidato pengukuhan guru besar 12
akademisi terkemuka di kampus masing-masing. Kedua belas profesor
berasal atau berlatar belakang ilmu hukum yang tidak sama. Ia juga
mewakili lintas generasi akademisi hukum, mulai dari pidato Prof.
Muljatno yang diucapkan pada 19 Desember 1955 hingga Prof. Moh Mahfud MD
yang dikukuhkan menjadi guru besar madya pada 1999.
Kompilasi
ini menjadi semacam percikan pemikiran yang lepas dari ikatan kesamaan
ilmu. Penyunting seolah ingin merepresentasikan setiap guru besar
berdasarkan kelimuan yang berbeda. Prof. Muljatno bisa mewakili hukum
pidana. Bukunya Asas-Asas Hukum Pidana
masih dipakai sebagai buku teks di berbagai perguruan tinggi hukum di
Tanah Air. Ada pula Bambang Purnomo, Guru Besar Hukum Pidana,
Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta.
Prof.
Moh. Mahfud mewakili hukum tata negara dengan penekanan pada hubungan
politik dan hukum. Demikian pula Prof. Dahlan Thaib, kolega Prof. Mahfud
di Universitas Islam Indonesia (UII). Sebaliknya, Prof. Sri Soedewi
Masjhun Sofwan mewakili guru besar dari lingkungan hukum perdata. Dari
hukum perdata keluarga ada pidato Abdul Gofur Anshori, salah seorang
penyunting buku ini.
Dari
latar belakang hukum adat, penyunting menampilkan murid dedengkot hukum
adat Ter Haar, yaitu Prof. Hazairin. Pemikiran Prof. Hazairin yang
ditampilkan dalam buku ini, Hendak Kemana Hukum Islam?
adalah bahan kuliah umum pada Dies Natalis ke-VI Fakultas Hukum dan
Pengetahuan Masyarakat Perguruan Tinggi Islam Jakarta pada 17 November
1957. Perspektif hukum Islam juga dihadirkan lewat pidato pengukuhan
Prof. Amir Mu'allim, Guru Besar UII Yogyakarta. Tulisan lain yang
relevan dengan hukum adat adalah pidato pengukuhan Prof. Iman Sudiyat di
UGM pada 19 Februari 1980.
Tulisan
lain adalah pidato pengukuhan Prof. Koesnadi Hardjasoemantri pada 1985,
salah satu pakar hukum lingkungan terkemuka, yang juga pernah menjadi
Rektor Universitas Gadjah Mada Yogyakarta.
Sementara, filsafat hukum diwakili pandangan Prof. H.R. Soejadi, juga dari UGM, berjudul Refleksi Mengenai Hukum dan Keadilan, Aktualisasinya di Indonesia (2003). Ada juga pidato Prof. Endang Daruni Asdi di UGM Implikasi Teori-Teori Moral pada Hukum (1997)
Meskipun berlatar belakang keilmuan yang berbeda, bisa disebut bahwa kompilasi ini mewakili kampus hukum di Yogyakarta. Sebagian
besar guru besar yang ditampilkan berasal dari UGM dan UII. Kalaupun
sebagian pernah mengajar di tempat lain, seperti Prof. Sri Soedewi
Masjhun Sofwan di Fakultas Hukum Universitas Jambi atau Prof. Iman
Sudiyat yang pernah menjadi dekan dua periode di Universitas Syiah Kuala
Banda Aceh, mereka punya ikatan dengan Yogyakarta.
Kedua
penyunting berusaha menghadirkan kedua belas profesor melalui tiga
bidang, yaitu teori hukum, filsafat hukum, serta pembangunan hukum
masyarakat dan politik hak asasi manusia. Upaya menjalin benang merah
kedua belas tulisan tersebut ke dalam tiga bidang tampaknya kurang
berhasil. Jejalin yang hendak dirajut tampak dipaksakan. Belum lagi
sistem pembuatan halaman yang masih bermasalah, halaman dimulai dari
angka 67. Untuk mengatasi kelemahan awal tadi, penyunting sebenarnya
masih punya peluang untuk menampilkan tulisan yang lebih banyak dan bisa
merajut semua karya para guru besar.
Upaya
yang dilakukan penyunting sebenarnya bukan yang pertama dikenal dalam
literatur hukum Indonesia. Buku kompilasi pandangan orang-orang penting
mengenai hukum bisa ditemukan di berbagai perpustakaan dan toko buku.
Bahkan Prof. Hazairin pernah membuat karya sejenis lewat buku Tujuh Serangkai tentang Hukum. Buku-buku semacam ini tentu menambah khasanah literatur hukum lintas generasi. Buku sejenis yang agak lebih komplit adalah Lima Puluh Tahun Pendidikan Hukum di Indonesia, Himpunan Karya Ilmiah Guru-Guru Besar Hukum di Indonesia.
Diterbitkan Fakultas Hukum UI pada 1974, bunga rampai ini berisi 33
tulisan guru besar ilmu hukum dari berbagai perguruan tinggi. Tebalnya
sampai 669 halaman.
Toh,
bagi mahasiswa hukum yang mempelajari ilmu hukum pada tahun-tahun
terakhir ini, penyunting berusaha memberikan informasi tentang siapakah
gerangan kedua belas profesor. Pada bagian akhir buku disajikan ikhtisar
biodata mereka, termasuk hasil-hasil karya mereka semasa hidup. Bahkan
informasi mutakhir tentang terpilihnya Prof. Mahfud sebagai hakim
konstitusi sudah dimasukkan ke dalam buku ini bandingkan sebaliknya
dengan biodata Prof. Koesnadi.
Apapun
kelemahan dan kelebihannya, kehadiran buku ini tetap patut diapresiasi,
bahkan mungkin perlu diikuti kampus-kampus lain untuk menghormati dan
mengenang pemikiran para guru besar ilmu hukumnya. Soal pandangan para profesor, sebaiknya memang langsung kita baca sendiri tanpa mendengar tafsir dari orang lain.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar