Bagi Anda yang sering berdendang ria di karaoke seperti Inul Vizta atau
di kafe, salah satu menu pilihan adalah lagu-lagu jadul semacam Widuri
atau lagu ‘Kasih’ yang pernah dinyanyikan Ermi Kulit, atau ‘Tinggallah
Kusendiri’ yang dipopulerkan Nike Ardilla. Lagu-lagu lama karya Bartje
van Houten, Slamet Adriyadi, Yuke NS, dan Richard Kyoto masih menarik
bagi sebagian pecinta karaoke.
Para pencipta lagu
tersebut kini sedang memperjuangkan hak mereka di pengadilan. Lewat
Yayasan Karya Cipta Indonesia (YKCI), para pencipta lagu klasik itu
mempersoalkan minimnya royalti yang mereka terima selama ini dari Inul
Vista. Kamis (21/3) lalu, misalnya, Yuke NS, bersaksi di Pengadilan
Negeri Jakarta Pusat.
Dalam kesaksiannya, Yuke mengatakan PT Vizta Pratama, yaitu perusahaan
pemegang merek dagang Inul Vizta Karaoke ini enggan membayar royalti
atas lagu-lagu ciptaan para pencipta yang lagunya ada di karaoke
tersebut. Bahkan, Inul Vizta Karaoke terus meminta keringanan
pembayaran. Alhasil, pendapatan royalti para pencipta lagu mengalami
penurunan sebanyak 50 persen.
"Maunya diskon terus. Ini nggak adil. Gimana kalau dibalik, mau tidak dia mendapatkan Rp10. Dia kan artis. Harusnya tahu mengenai hak si pencipta," tutur Yuke kepada hukumonline
usai persidangan, Kamis (21/3). Kesaksian Yuke hanya salah satu fase
yang harus dilalui dalam sengketa YKCI melawan PT Vizta Pratama.
Gugat menggugat ini berawal dari tudingan YKCI bahwa Vizta Pratama
telah melanggar hak cipta para pencipta lagu. Untuk diketahui, YKCI
adalah lembaga kolektif manajemen yang telah berdiri sejak 1990 dan diakui eksistensinya antara lain oleh Kementerian Hukum dan HAM.
YKCI adalah pemegang hak cipta dari 2.636 para pencipta lagu Indonesia
dengan karya sebanyak 130 ribu lagu. Selain menjadi pemegang hak cipta
para pencipta lagu Indonesia, YKCI juga mendapat Reciprocal Agreement oleh International Confederation of Societies of Authors and Composers (CISAC)
yang berkedudukan di Paris. Atas hal tersebut, YKCI mendapat hak untuk
mengelola sebanyak 10 juta lagu asing dari buah karya 2 juta pencipta
lagu asing yang bergabung di ISAC.
Sebagai pemegang hak cipta, YKCI mempunyai hak untuk memungut royalti
terhadap para pengguna lagu yang menggunakan lagu-lagu para pencipta
untuk tujuan komersial. Karaoke, termasuk yang dikelola Vizta Pratama,
dan kafe adalah tempat lagu-lagu penyanyi diperdengarkan. Tempat karaoke wajib membayar royalti sesuai UU No 19 Tahun 2002.
Dalam kasus ini, penggugat menuding Inul Vizta Karaoke hanya membayar
royalti sebanyak Rp5,5 juta/outlet/tahun, bahkan kemudian turun menjadi
Rp3,5 juta/outlet/tahun. Menurut YKCI, harga ini tidak layak. Padahal,
bisnis tersebut menyuguhkan lagu-lagu ciptaan sebagai menu utama dalam
menjalankan roda bisnis tersebut.
Pasalnya, berdasarkan hitung-hitungan YKCI, Inul Vizta Karaoke hanya
membayar Rp10 per lagu. Artinya, para pencipta lagu hanya mendapatkan
royalti Rp10 atas satu ciptaan lagunya. Sementara itu, keuntungan
minimal yang diperoleh Inul Vizta Karaoke per hari ditaksir mencapai
Rp5,4 miliar. “Padahal bisnis ini prinsipnya no song, no bussiness,” ucap Ketua Umum YKCI Dharma Oratmangun kepada hukumonline, Kamis (21/3).
Atas hal tersebut, YKCI menuntut agar Inul Vizta membayar royalti
sebanyak Rp720 ribu/ruangan/tahun. Tuntutan tersebut telah sesuai dengan
aturan standard internasional yang diatur CISAC. Juga, dalam
gugatannya, YKCI meminta majelis hakim untuk menghukum tergugat membayar
sisa royalti Rp51 juta untuk periode 2012 dan membayar kerugian
immaterial sejumlah Rp1 miliar.
Gugat Balik
Kuasa hukum Inul Vizta Karaoke, Anthony LP Hutapea menolak dikatakan kliennya membayar royalti secara tidak layak. Soalnya, angka Rp3,5 juta tersebut ditetapkan YKCI sendiri. Kala itu, YKCI mengatakan harga standar yang ditetapkan oleh CISAC sebesar Rp720 ribu/ruangan/tahun belum dapat diterapkan di Indonesia mengingat keadaan ekonomi pelaku usaha Indonesia berbeda dengan kemampuan pengusaha luar negeri. Juga, bisnis karaoke masih berkembang di Indonesia.
Kuasa hukum Inul Vizta Karaoke, Anthony LP Hutapea menolak dikatakan kliennya membayar royalti secara tidak layak. Soalnya, angka Rp3,5 juta tersebut ditetapkan YKCI sendiri. Kala itu, YKCI mengatakan harga standar yang ditetapkan oleh CISAC sebesar Rp720 ribu/ruangan/tahun belum dapat diterapkan di Indonesia mengingat keadaan ekonomi pelaku usaha Indonesia berbeda dengan kemampuan pengusaha luar negeri. Juga, bisnis karaoke masih berkembang di Indonesia.
Atas hal tersebut, para pihak sepakat menentukan royalti sebesar Rp720
ribu per/kamar/tahun dipotong 40% sehingga menjadi Rp3,5 juta per tahun.
Apalagi, angka Rp3,5 juta yang sudah ditetapkan penggugat lebih besar
daripada biaya royalti yang ditetapkan lembaga pemungut royalti lainnya,
seperti Royal Musik Indonesia dan Wahana Musik Indonesia yang hanya
berkisar Rp2,5 juta/tahun. Dengan mengubah pembayaran royalti menjadi
Rp720 ribu/ruangan/tahun tanpa kesepakatan bersama, Anthony menilai
tindakan YKCI adalah tindakan sewenang-wenang dan melanggar hukum.
Selain itu, Anthony menyangkal keras Inul Vizta meraup keuntungan yang
besar per harinya. Menurutnya, YKCI telah melupakan kalau bisnis
tersebut tidak selalu ada pelanggannya. Banyak kamar karaoke yang
kosong. Juga, Inul Vizta harus membayar gaji para karyawan, perizinan,
dan biaya operasional lainnya. “Penggugat langsung berkesimpulan kalau
tergugat meraup keuntungan besar,” tulis Anthony dalam berkas
jawabannya.
Selain menolak membayar royalti sejumlah Rp720 ribu tersebut, Anthony
juga menolak membayar ganti kerugian immaterial yang mencapai angka Rp1
miliar. Soalnya, YKCI dalam positanya tidak menyinggung sedikit pun
mengenai kerugian immaterial. Berdasarkan putusan MA No.117.K/Sip/1971
tertanggal 2 Juni 1971 menyatakan gugatan ganti rugi yang tidak
dijelaskan dan dibuktikan dengan sempurna, tidak dapat dikabulkan.
Begitu juga dengan Putusan MANo.598.K/Sip/1971 tertanggal 18 Desember
1971 dan No.550.K/Sip/1979 tertanggal 8 Mei 1980.
Atas tindakan yang melawan hukum itu, Inul Vizta Karaoke menggugat
balik dan meminta ganti kerugian material untuk jasa pengacara dan
kerugian immaterial karena telah mencoreng nama baik Inul Vizta Karaoke.
Total kerugian tersebut mencapai Rp1,5 miliar.
sumber tulisan : http://www.hukumonline.com/berita/baca/lt514ffde995646/ykci-versus-inul-vizta-di-pengadilan-niaga
Tidak ada komentar:
Posting Komentar